Categories Denpasar Politik

Golkar Gelar Webinar Tuntut Hak Bali di Pusat, Prof. Ramantha: “Akademis clear, tunggu perjuangan politis legislator Bali di pusat”

Penabali.com – Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Ramantha, S.E., M.M., Ak., CA., menyatakan sependapat dengan Golkar Bali yang mendorong segera dilakukan revisi UU Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah yang saat ini sudah masuk Prolegnas DPR RI.

Prof. Ramantha beralasan, karena di UU tersebut tidak tertulis sumber daya alam inmaterial. Besaran Dana Perimbangan yang diterima Pemprov Bali dari tahun ke tahun jika dibandingkan dengan devisa yang dihasilkan oleh Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia, sangat kecil. Pasalnya, potensi alam Bali menjadi aset yang teramat penting dalam menjadikan Bali sebagai daerah tujuan wisata disamping juga faktor agama, adat, dan budaya.

“Secara akademis, clear, dari banyak segi, dari berbagai banyak pertimbangan ilmiah kita bisa memperoleh tapi yang namanya perubahan Undang-Undang apalagi yang terkait pendapatan tidak cukup dari sisi akademis saja tetapi juga politis,” kata Prof. Ramantha.

Kalau dari sisi akademis sudah tidak ada persoalan lagi, maka langkah berikutnya ada di tangan 9 Wakil Rakyat Bali di DPR RI, ditambah 4 Anggota DPD Perwakilan Bali. Menurutnya, di tangan para legislator itulah hak Bali diperjuangkan secara politis.

Dana Bagi Hasil sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah, tidak memasukkan potensi alam Bali sebagai daya tarik pariwisata yang juga berkontribusi sangat besar dalam perolehan APBN.

Dalam Pasal 11 ayat (3) dinyatakan bahwa: Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari: a. kehutanan, b. pertambangan umum, c. perikanan, d. pertambangan minyak bumi, e. pertambangan gas bumi, f. pertambangan panas bumi.

Sehingga, berdasarkan permasalahan tersebut dan sejalan dengan telah masuknya revisi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 ke Prolegnas DPR RI, maka perlu ada langkah-langkah untuk memperjuangkan agar potensi alam Bali dapat dimasukkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tersebut.

Ramantha mengatakan, sumber daya alam tidak hanya yang bersifat material saja tetapi juga yang non material yang menghasilkan APBN, bukan devisa.

“Konkritnya kita back up bikin usulan makanya saya setuju, jangankan Undang-Undang, perda saja harus didasari kajian akademik, naskah akademik, baru kemudian dibuatkan pansus, dibahas dan kemudian diplenokan, ketok palu,” jelasnya.

Karena itu, tambah Ramantha, setelah webinar ini Partai Golkar bisa segera merumuskan dan memberi masukan dalam bentuk kajian akademik untuk dipergunakan sebagai dasar naskah akademik terkait perubahan Undang-Undang 33/2004 itu.

“Jadi kita jangan berhenti pada tingkat webinar ini dan terlena karena telah sukses menggelar webinar ini, perjuangannya sebenarnya baru dimulai hari ini untuk mempersiapkan naskah akademiknya,” ucapnya.

Foto: Salah satu narasumber nasional, Wakil Ketua DPR RI, Aziz Syamsudin, secara virtual dalam sambungan online dari Jakarta.

Mengutip pernyataan Presiden Jokowi, jelas Ramantha, bahwa Presiden ingin menjadikan pariwisata sebagai core bisnis negara yang sebelumnya jadi penghasil devisa atau pendapatan bagi masyarakat di urutan keempat, maka kedepan diinginkan menjadi urutan pertama, karena potensinya kedepan luar biasa.

Terhadap sumber daya alam seperti batubara atau minyak misalnya, kata Ramantha, jika terus digali maka pada saatnya akan habis. Namun kalau pariwisata apalagi pariwisata budaya, semakin digali dan berkembang, maka semakin memberikan kesejahteraan. Misalnya budaya di tiap kabupaten di Bali digali dan dikembangkan. Karena itu lahir Undang-Undang tentang Pemajuan Kebudayaan yang pada intinya untuk menggali, mengembangkan, dan melestarikan untuk kesejahteraan masyarakat. Maka, budaya ini akan bertumbuh dan berkelanjutan, sehingga kedepannya memberi kesejahteraan bagi masyarakat.

“Sedangkan kalau sumber daya alam yang selama ini masuk dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 itu sekarang dikeruk terus maka pada saatnya nanti dia sudah tidak ada lagi seperti misalnya minyak, batubara,” imbuhnya.

“Agar dorongan Bali terhadap UU 33/2004 itu bisa segera direvisi, maka harus kompak berjuang secara politis, kalau berjuang jangan lagi memperhatikan baju kuning entah baju merah baju biru atau warna apapun, harus kompak, karena sekali lagi dasarnya secara akademis jelas,” tegasnya seraya menambahkan pemerintah pusat perlu hadir untuk perawatan budaya.

Webinar ini selain menghadirkan pembicara Prof. Ramantha, para narasumber lain baik online maupun offline diantaranya Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsudin, Dekan Fakultas Hukum UNUD Putu Gede Arya Sumertayasa, Guru Besar FH Universitas Warmadewa Prof. I Made Suwitra, dan Dekan Fakultas Pariwisata UNUD Dr. Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si.

Pembicara nasional, Aziz Syamsudin menerangkan didalam Undang-Undang 33/2004 tidak membagi proses pembagian distribusi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam sektor inmaterial.

“Kami menunggu dari hasil diskusi ini, poin-poin untuk menjadi bahan bagi pemerintah dan parlemem untuk membahas dalam sisi pengkajian naskah akademis maupun rancangan undang-undangnya, saya menyambut baik dan sepakat mendukung proses ini dalam rangka untuk pembagian distribusi pendapatan dari sektor pemerintah pusat dan daerah,” ucap Aziz tegas.

Sementara itu saat diwawancarai usai webinar, Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Bali Nyoman Sugawa Korry mengatakan, masukan dan pendapat dari para narasumber sudah lengkap. Hasil webinar ini akan dibuatkan buku yang nantinya akan diserahkan kepada para pemangku kebijakan baik di Provinsi Bali, para Wakil Rakyat Bali di DPR dan DPD, serta juga pansus revisi UU 33/2004.

“Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dalam implementasinya tidak mencerminkan keadilan dan keselarasan bagi daerah Bali dan lainnya. Bali yang tidak punya sumber daya alam justru merasa tidak adil, tidak satu pasal pun yang menyangkut tentang sumber daya lainnya, kami berharap sumber daya lainnya itu meliputi sektor pariwisata,” terang politisi Golkar yang juga Wakil Ketua DPRD Bali.

Webinar yang diselenggarakan DPD Partai Golkar Provinsi Bali, mengusung tema “Mewujudkan Keadilan dan Keselarasan Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Bali serta Pemerintah Daerah Lainnya Melalui Revisi UU Nomor 33 Tahun 2004”. (red)