Buleleng (Penabali.com) – Perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi di era globalisasi ini sangat berpengaruh besar dalam menjalani berbagai kegiatan masyarakat. Terdapat banyak perubahan dirasakan, hampir semua aktivitas berkaitan dengan digitalisasi terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19.
Pemanfaatan digitalisasi yang tepat guna menjadi salah satu tantangan besar dalam gempuran perkembangan teknologi. Sebagian besar masyarakat terutama generasi muda memanfaatkan teknologi digital hanya untuk bersosial media, mencari informasi dan ada juga yang menjadi pelaku bisnis jual beli produk.
Di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, pemanfaatan teknologi digital dilakukan secara tepat guna dan mampu memberikan dampak yang sangat baik bagi perekonomian masyarakat, terutama petani. Bahkan, kini petani di Desa Gobleg mewakili Kabupaten Buleleng dalam Lomba Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Tingkat Provinsi Bali yang difasilitasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Buleleng.
Petani di Desa Gobleg tidak lagi melakukan aktivitas bertani secara manual, tidak ada lagi kata melelahkan, boros air, kotor bahkan gagal panen. Semua aktivitas itu sudah terkontrol dengan sangat baik dalam genggaman tangan.
Smart Farming Petani Muda Keren (PMK) Gobleg, mereka adalah petani yang inovatif dalam memanfaatkan teknologi digital dan memiliki Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) PMK Gobleg. Melalui kerjasama dengan mahasiswa elektro Universitas Politeknik Negeri Bali dan siswa SMA Bali Mandara, implementasi Smart Farming berbasis internet of things (IoT) berhasil diwujudkan dan terus dikembangkan.
Ketua P4S PMK Gobleg, Gede Sudiarta, mengaku penerapan Smart Farming PMK Gobleg sangat membantu petani di desanya dalam melakukan berbagai aktvitas bertani secara efektif dan efisien, terutama pada budidaya tanaman hortikultura.
“Kami bergerak pada budidaya tanaman hortikultura sayuran dari hulu-hilir, mulai dari pengolahan lahan, pembibitan, budidaya hingga pemasaran,” terangnya.
Penerapan Smart Farming itu merupakan kombinasi sistem mekanisasi dan IoT untuk mempermudah petani dalam mengelola kebun dari jarak jauh dengan koneksi internet. Gede Sudiarta menerangkan fungsi teknologi itu adalah untuk menyiram, memupuk, memonitoring ph tanah, dan kelembaban udara. Keseluruhan fungsi tersebut dapat dioperasikan melalui smartphone secara otomatis.
“Melalui smartphone kami bisa memonitoring semua kebun. Hanya menekan kontrol on/off saja alat-alat secara otomatis melakukan fungsinya. Mulai dari penyiraman dan pemupukan,” ujar Sudiarta.
Disinggung biaya, Gede Sudiarta mengakui keseluruhan alat mekanisasi dan IoT dengan luasan lahan 30 are memerlukan biaya kurang lebih dua puluh jutaan. Namun demikian, biaya tersebut merupakan investasi jangka panjang, karena alat-alat mekanisasi seperti pipa, bak penampung air dan perlengkapan lainnya mampu bertahan sampai 15-20 tahun. Selain itu, terkait kendala biaya, Koperasi Petan Muda Keren juga siap membantu permasalahan modal tersebut.
Pihaknya berharap petani lain di Buleleng dapat menerapkan teknologi Smart Farming di kebunnya masing-masing, sehingga petani di Buleleng kedepannya akan semakin bergeliat maju dengan pengelolaan kebun yang efektif dan efisien. (rls)