Setiap tanggal 17 Juli diperingati sebagai Hari Keadilan Internasional atau World Day for International Justice. Penetapan tanggal 17 Juli sebagai Hari Keadilan Internasional berangkat dari diadopsinya Statuta Roma oleh komunitas internasional pada tanggal yang sama, tiga puluh tahun yang lalu.
Statuta Roma merupakan salah satu perjanjian internasional yang paling penting dalam sejarah peradaban manusia. Pada tanggal 17 Juli 1998, perwakilan dari 148 negara menghadiri pertemuan diplomatik di Roma, Italia, untuk membahas tentang masalah internasional yang sangat mendesak, kejahatan internasional.
Hasil pembahasan tersebutlah yang kemudian dituangkan dalam Statuta Roma sebagai sebuah traktat yang menjabarkan bentuk-bentuk kejahatan internasional, sekaligus mandat untuk mendirikan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court).
Advokat senior kelahiran Medan Sumatra Utara, Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP., Jumat (17/07/2020), di Denpasar menyatakan sangat memberikan atensi khusus mengenai masalah keadilan. Sebab keadilan di dunia ini benar-benar mahal dan sangat sulit dirasakan.
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut Togar Situmorang, melihat kejahatan di dunia yang begitu canggih dan beragam bentuknya terutama kejahatan terhadap kemanusian, ras, perang maupun kejahatan lainnya. Dengan adanya hari keadilan internasional ini diharapkan terutama di Indonesia, keadilan harus betul-betul mendapatkan hak-haknya dan jangan sampai dikebiri.
“Dalam penegakan hukum, kita harapkan aparatur hukum itu harus adil. Jangan ada istilah tebang pilih. Artinya hukum itu jangan tajam kebawah tumpul keatas. Ini sungguh tidak mencerminkan rasa keadilan,” ungkap konsultan hukum yang dikenal dengan sebutan “Panglima Hukum”.
Berangkat dari itu, dengan adanya Hari Keadilan Internasional, Togar Situmorang berharap dalam menjalankan tugas profesi sebagai kuasa hukum, jangan sampai ada kriminalisasi. Advokat merupakan aparatur penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim. Karena itu, tujuan penegakan hukum merupakan sisi pelaksanaan dan amat mendasar dari kinerja hukum adalah mewujudkan keadilan.
Terkait advokat dalam menjalankan tugasnya itu ada melekat namanya Surat Kuasa. Dimana di dalam Surat Kuasa tersebut terdapat Hak Retensi, Hak Substitusi, dan honorarium untuk menjalankan bantuan hukum.
Advokat yang aktif di berbagai organisasi ini mengulas, pada Pasal 11 UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menyebutkan “pemberi bantuan bukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan bantuan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan itikad baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai standar bantuan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat.
“Di putusan Mahkamah Agung RI No. 654 K/Pid/1996 tanggal 10 Maret 1998 yang inti kaidah hukumnya penerima kuasa tidak dapat dimintai tanggung jawab pidana,” sambung advokat yang juga Ketua Hukum dari RS dr. Moedjito Dwidjosiswojo Jombang, Jawa Timur ini.
“Mari kita terapkan prinsip Equality Before The Law, sehingga proses penegakan hukum itu yang berasaskan keadilan benar-benar bisa dirasakan. Hukum itu dibuat untuk menciptakan rasa aman, nyaman, dan tentram. Apabila hukum itu tidak berhasil mencapai tujuannya, maka dapat dikatakan hukum itu tumpul,” tegas Tim 9 Investigasi Komnaspan RI ini.
Apabila hukum itu tumpul, berarti untuk mendapatkan satu keadilan saja dalam proses penegakan hukum, sangat sulit. Oleh sebab itu, para penegak hukum harus bersinergi satu sama lainnya, saling bahu membahu, dan saling menjaga persamaan hak supaya keadilan bisa tercipta di Republik Indonesia.
“Kami dari Law Firm Togar Situmorang mengucapkan selamat Hari Keadilan Internasional. Mari kita gunakan momen ini untuk menyuarakan pentingnya penegakan keadilan, dan komitmen pemerintah atas upaya penegakan keadilan yang menyeluruh,” tutup Ketua Pengkot POSSI Kota Denpasar ini. (red)