Denpasar (Penabali.com) – Suara Umat Hindu (Suhindu) menggelar seminar nasional yang mengusung tema “Sanatana Dharma, Prinsip-Prinsip Kebenaran Abadi yang Mengalir Tanpa Batas” melalui zoom meeting di Denpasar, Jumat (3/9/2021).
Seminar menghadirkan narasumber Ida Rsi Acharya Swi Rarendra Mahadharma, Dosen Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar (UHN Sugriwa Denpasar) Dr. I Gde Sutarya, Pemerhati Hindu Komang Indrayana Putra.
Ida Pandita Rsi Acharya Swi Rarendra Mahadharma dari Griya Veda Danta Sempidi menegaskan, Hindu bagi setiap orang yang meyakini Veda sebagai kitab suci (sumber Dharma) dan Panca Sradha sebagai dasar keimanan. Dalam bahasa Sanskerta adalah Sanatana Dharma (kebenaran yang abadi) dan Vaidika Dharma (pengetahuan kebenaran).
“Dharma” secara umum berarti kebenaran, hukum, kebajikan, kewajiban, atau agama. Sebelum kata Hindu dipakai, maka yang pertama kali dipergunakan adalah kata Dharma. Selanjutnya di Indonesia Agama Hindu disebut Hindu Dharma.
Tujuan Dharma tidak terlepas dari tujuan agama, yaitu “Moksartham Jagadithaya Ca Iti Darma” atau mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan kedamaian rohani.
Agama Hindu mengingatkan kembali pada orang-orang akan yang suci dan menuntut mereka kembali kepada Tuhan. Sedangkan struktur Agama Hindu yakni (1) Tatwa (Filosofi) inti dari ajaran Agama Hindu, (2) Susila (Etika) pelaksanaan ajaran Hindu dalam kehidupan sehari-hari, (3) Acara (tradisi dan budaya luhur, termasuk Ritual persembahan (yadnya), sebagai korban suci yang tulus ikhlas kepada Tuhan. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan, mengingat ketiganya saling berkaitan.
Nilai-nilai universal Hindu yang menunjang wawasan kebangsaan yakni Vasudhaiva Kutumbhakam, Hukum Karma, Tat Twam Asi, Ahimsa, Tri Hita Karana, Tri Kaya Parisuda, Konsep Ista Dewata.
“Hindu identik dengan seorang ibu yang penuh kasih sayang, agama ilmiah, rasional yang terbebas dari dogma, ajarannya jelas dan masuk akal serta tumbuh dan berkembang sejalan dengan hukum alam, dipertahankan secara alamiah,“ ujarnya.
Sejatinya, Agama Hindu paling toleran, nyaris tidak mempermasalahkan ritual adat dan kearifan lokal. Hindu tidak hanya toleran terhadap kebudayaan asing, tapi juga terhadap ajaran, kepercayaan agama atau teologi lain. Banyak sloka dalam pustaka suci Veda yang menjadi sumber ajaran Hindu yang toleran, dinyatakan dalam Bhagawad Gita (BG: IV, 11)
Agama Hindu sangat bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan (local genius), mengajarkan untuk menghargai budaya lokal serta pelaksanaan upacara keagamaan dalam agama Hindu sangat fleksibel.
Sementara itu, Gede Sutarya mengharapkan pendidikan umat Hindu agar diperhatikan serius. Hubungan pendidikan India dengan Bali sudah terbangun sejak kuno. Namun, hubungan itu sempat terputus karena India sudah kehilangan pusat-pusat pendidikannya sejak abad ke 12 karena ada penjajahan.
Pada abad ke-18, India kembali beranjak membangun kembali peradabannya dengan membuat ashram-ashram modern. Sementara Hindu di Indonesia baru mulai melakukannya tahun 1970-an.
“Jadi, tak apa kalau kita meniru dulu kurikulum dan metode pembelajarannya. Jadi ‘ATM’-lah ambil tiru modifikasi. Setelah meniru nanti kita mengembangkannya sesuai dengan kondisi di Indonesia, dan keperluan umat Hindu di Indonesia,” ungkapnya.
Sama seperti Taman Siswa itu meniru Santineketan awalnya kemudian ditambahkan muatan lokal ke Indonesiaannya untuk menguatkan identitas nasional Indonesia.
“Sama seperti universitas. Awalnya meniru dulu pendidikan barat kemudian kita kembangkan kelokalannya dengan mengembangkan kurikulum nasional,” imbuhnya.
Kemudian dibangun standar nasional yang disebut Standar Nasional Indonesia (SNI). Pada prinsipnya, pasraman atau ashram itu harus dibina. Dirjen Bimas Hindu sebaiknya membuat kurikulum wajib yang harus diikuti setiap ashram.
Pada kurikulum itu nanti kelokalan itu bisa masuk. Sehingga terbangun profile keluaran ashram yang kuat budayanya, agama dan kemampuan beradaptasi dalam pergaulan dunia.
Pemerhati Hindu Indrayana menambahkan, Hindu adalah sebuah agama yang bersifat internasional.
“Kata internasional disini maksudnya adalah Hindu berada di berbagai negara di dunia tercinta ini,” ujarnya.
Dalam memudahkan apa itu Hindu sebaiknya ketahui dulu sejarahnya. Hindu sebuah sebutan bagi orang-orang yang tinggal di pinggiran sungai Sindhu. Ada sedikit perubahan kata dari Sindhu menjadi Hindu.
Hal itu karena yang menyebut Hindu adalah orang-orang luar yang mempunyai cara pelafalan bahasa berbeda. Ketika Hindu dikatakan menjadi sebuah nama agama, maka apa itu Hindu orang-orang yang mengaplikasikan Ajaran Weda. Oleh karena ajaran Vesa ini menyebar meluas ke seluruh India maka negeri India disebut juga Hindustan.
Dari itulah istilah Hindu juga mencerminkan hak paten karena merujuk kepada sebutan sebuah wilayah. Menurutnya, khusus ke Indonesia rupanya istilah Hindu belum populer di jaman kerajaan dahulu. Ajaran Veda yang dikenal di Indonesia di masa kerajaan dulu dikenal dengan ajaran Siwa, Waisnawa, Brahmana, Bhirawa, Sakta, Tantra, Siva Sidanta, dan lain-lainnya.
Setelah Kemerdekaan Indonesia, baru mencari agama apakah nama yang cocok penyebutan ajaran Veda tersebut. Disepakati Ajaran Weda tersebut disebut Hindu oleh para pendahulu (tokoh-tokoh Agama Hindu di Indonesia, red). (rls)