Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, mengatakan tekanan inflasi Provinsi Bali pada bulan November 2019 melandai dibandingkan bulan sebelumnya.
Trisno membeberkan, berlanjutnya penurunan tarif angkutan udara dan mulai masuknya panen raya cabai rawit dan cabai merah di beberapa daerah sumber pasokan, menjadi faktor penahan tekanan inflasi Bali, khususnya di wilayah Denpasar. Namun demikian, penurunan inflasi lebih lanjut tertahan oleh meningkatnya tekanan inflasi untuk komoditas sayuran dan buah-buahan, sebagai dampak lanjutan musim kemarau yang lebih panjang pada tahun 2019, sehingga mempengaruhi kuantitas produksi komoditas tersebut.
Berdasarkan pola historisnya, jelas Trisno, realisasi inflasi Bali pada bulan November selalu menunjukkan tekanan yang tinggi, terkonfirmasi dari tingginya tingkat inflasi bulanan (mtm) di setiap tahun pada periode November.
“Namun realisasi inflasi pada periode November 2019 ternyata sangat berbeda dari pola historisnya selama ini,” ujar Trisno, Senin (2/12/2019), di Denpasar.
Lanjut Trisno, tingkat inflasi Bali pada November 2019 merupakan yang terendah dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Capaian melandainya tekanan inflasi pada November 2019 tersebut, tidak terlepas dari kolaborasi, sinergi dan koordinasi yang terjalin dengan baik antara Bank Indonesia dengan Pemerintah Provinsi Bali beserta seluruh unsur Tim Pengendalinan Inflasi Daerah (TPID) untuk menjaga tingkat inflasi menjadi terkendali.
Pada November 2019, Provinsi Bali mengalami inflasi sebesar 0,03% (mtm), turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,10% (mtm). Pencapaian inflasi Bali bulan November ini tercatat lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 0,14% (mtm). Sementara itu secara tahunan, inflasi Bali tercatat sebesar 2,46% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan Nasional yang sebesar 3,00% (yoy).
“Dengan demikian, inflasi Bali pada November 2019 masih berada pada rentang sasaran inflasi nasional 3,5%±1% (yoy),” imbuhnya.
Deflasi terjadi pada Kota Denpasar yang tercatat sebesar -0,01% (mtm) sedangkan Kota Singaraja mencatat inflasi sebesar 0,22% (mtm). Di Kota Denpasar, deflasi bersumber dari penurunan harga pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -0,49% kelompok sandang sebesar -0,26% dan kelompok bahan makanan -0,10%, sedangkan kelompok lainnya mengalami inflasi. Sementara inflasi di Singaraja bersumber dari peningkatan harga pada kelompok bahan makanan yaitu sebesar 0,42%.
Seiring dengan resiko meningkatnya tekanan inflasi menjelang akhir tahun, yang bersumber pada peningkatan permintaan sejalan dengan perayaan Natal, Tahun Baru dan liburan akhir tahun serta terdapat beberapa perayaan hari besar keagamaan di Bali pada bulan Desember (Saraswati dan Pagerwesi), perlu diwaspadai dan mendapat perhatian dari semua pihak. Selain itu, ketergantungan pasokan pada daerah lain yang tinggi, juga masih menjadi tantangan yang perlu terus diperhatikan.
“Oleh karena itu, pelaksanaan kerjasama antar daerah dalam wadah TPID dalam pemenuhan pasokan merupakan salah satu strategi dan kebijakan dalam memastikan ketersediaan pasokan pada tingkat harga yang wajar,” ungkap Trisno.
Bank Indonesia Provinsi Bali bersama OPD yang tergabung dalam TPID Provinsi Bali akan berperan aktif dalam mengawal dan mengendalikan inflasi melalui pemantauan kecukupan stok ketahanan pangan, menjaga stabilitas dan ekspektasi harga, penggalian informasi dengan stakeholders/instansi terkait, serta melalui forum koordinasi TPID dalam mengambil langkah-langkah antisipatif pengendalian inflasi.
Trisno juga menyatakan, TPID meletakkan fokus utama pada komoditas penyumbang inflasi pada akhir tahun antara lain komoditas pada sektor pertanian yaitu bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan beras.
“Selain itu, pada sektor peternakan komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras, serta komoditas lain seperti komoditas rokok dan tarif angkutan udara,” tutupnya. (red)