Buleleng (Penabali.com) – Pemkab Buleleng mulai menyiapkan langkah kesiapsiagaan untuk mengantisipasi dampak La Nina yang terjadi.
Langkah kesiapsiagaan itu diawali dengan rapat kesiapsiagaan bersama instansi terkait yang diselenggarakan di Ruang Rapat Unit IV, Kantor Bupati Buleleng, Selasa (23/11/2021).
Ditemui usai memimpin rapat tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Buleleng, Gede Suyasa, menjelaskan pemerintah daerah diingatkan untuk mempersiapkan langkah-langkah antisipasi dari fenomena La Nina ini. Dampak dari La Nina adalah meningkatnya curah hujan yang dapat menyebabkan berbagai bencana seperti banjir dan longsor. Langkah-langkah yang sudah direkomendasikan akan dituangkan dalam Surat Edaran.
“Surat Edaran tersebut serta masukan dari rapat ini yang akan menjadi pedoman bagi setiap instansi dan kepala wilayah baik itu camat maupun perbekel,” jelasnya.
Langkah teknis di lapangan akan dikoordinasikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Buleleng. Skema-skema ataupun langkah-langkah penanganan dampak dari La Nina disusun BPBD. Diharapkan La Nina tidak sampai memberikan dampak yang berarti di Kabupaten Buleleng.
Bupati selaku kepala daerah setiap tahunnya juga sudah memberi arahan agar masyarakat ikut berpartisipasi dalam menanggulangi ataupun mitigasi bencana. Pemerintah tidak bisa bergerak sendiri tanpa bantuan masyarakat.
“Oleh karena itu, kegiatan mitigasi bencana dilakukan seperti pembersihan sungai, menghindari buang sampah sembarangan, melaporkan kalau ada tendensi bencana dan membersihkan pohon-pohon di jalan. Kita harus bekerja bersama dalam mitigasi bencana,” ucap Suyasa.
Sementara itu, Koordinator Bidang Data dan Informasi, Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar, Dwi Hartanto, mengatakan La Nina ini merupakan fenomena alam dimana suhu permukaan laut di Samudera Pasifik lebih dingin dari biasanya. Sehingga, tekanan angin tinggi dan mengakibatkan angin bertiup ke Indonesia membawa uap air. Uap air inilah yang membawa curah hujan terutama di wilayah Bali. Dampaknya sudah dirasakan. Saat ini Bali sudah sering hujan deras, juga ada fenomena waterspot di wilayah perairan Bali Utara. Hal itu menunjukkan La Nina sudah terjadi.
“Namun perlu diingat La Nina bukan badai tropis seperti badai Seroja. La Nina hanya fenomena alam yang menambah curah hujan. Ini informasi inti yang ingin kami sampaikan. Masyarakat tidak perlu panik,” kata dia.
Karena fenomena La Nina menambah curah hujan, biasanya dibarengi dengan dampak ikutan. Seperti puting beliung, waterspout yang terjadi beberapa waktu lalu, banjir, dan longsor. Dampak ikutan ini yang perlu diwaspadai dan dilakukan mitigasinya. Seperti menebang pohon besar dan jika rawan longsor bisa ditanam pohon yang mencegah longsor, juga memasang rambu rambu rawan longsor.
“Sudah ada peta pergerakan tanah dari Badan Geologi dimana posisi atau daerah mana saja yang berpotensi,” ungkap Dwi Hartanto.
Dwi menambahkan jika dilihat dari analisis BMKG Wilayah III Denpasar, La Nina sudah terjadi dengan puncak musim hujannya dipredikasi terjadi antara bulan Januari dan Februari 2022. Dikarenakan puncak musim hujan, kemudian ditambah dengan fenomena La Nina, maka curah hujannya semakin tinggi, itulah yang perlu diwaspadai.
Oleh karena itu, BBMKG memberikan rekomendasi mitigasi dampak bencana yang ditimbulkan oleh fenomena La Nina. Utamanya respon cepat penanggulangan dampak bencana ataupun respon cepat dari peringatan dini cuaca. Jika ada informasi dari BBMKG tentang peringatan cuaca ekstrem, bisa langsung dilihat seberapa besar dampak curah hujannya.
“Bisa dilihat kalau curah hujannya warnanya kuning harap segera waspada karena intensitasnya tinggi. Itu respon cepat yang perlu dilakukan. Kalau jangka panjang yang saya jelaskan sebelumnya,” pungkasnya. (rls)