Kebijakan Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali Upaya Holistik Lestarikan Warisan Budaya Leluhur Pesisir Bali

Denpasar (Penabali.com) – Kebijakan Gubernur Bali, Wayan Koster mengenai Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali tentu tidak hanya inovatif dan strategis ditinjau dari aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya melalui pembukaan dan perluasan peluang pemasarannya.

Menurut dosen Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa, I Ketut Sudiarta, kebijakan tersebut sebagai upaya holistik untuk melestarikan warisan budaya leluhur pesisir Bali berupa teknologi dan pengetahuan tradisional dalam memproduksi garam. Praktek memproduksi garam sebagai produk garam tradisional lokal Bali yang spesifik, dikenal, hingga saat ini telah berlangsung sejak berabad-abad yang lalu.

“Menurut Putra-Agung (2001) dalam bukunya berjudul ‘Peralihan Sistem Birokrasi dari Tradisional ke Kolonial’, sejak berabad-abad yang lalu, memproduksi garam merupakan mata pencaharian utama sebagian masyarakat pesisir Bali. Dikemukakan juga bahwa garam merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan antara Bali, Lombok, dan Batavia dalam abad ke-17,” jelas Sudiarta, Senin (24/01/2022).

Jadi apa yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali dengan mengajak pemerintah kabupaten/kota untuk menggiatkan fasilitasi perolehan perlindungan Indikasi Geografis atas produk garam tradisional lokal Bali di seluruh sentra petasikan, merupakan upaya yang sangat baik guna mempertahankan keunikan, kualitas, dan reputasi produk garam tradisional lokal Bali, serta meningkatkan nilai jual dan memperluas jangkauan pasar, termasuk pasar ekspor.

“Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan,” tambahnya.

Saat ini produk garam Amed dan Kusamba telah memperoleh perlindungan IG dari Kementerian Hukum dan HAM RI. Mengingat masing-masing petasikan di Bali memiliki karakteristik atau faktor alam yang berbeda dan spesifik sesuai dengan lingkungan setempat serta diproses dengan teknologi dan pengetahuan tradisional yang juga spesifik maka selayaknya seluruh petasikan tradisional di Bali perlu difasilitasi percepatan perolehan perlindungan IG.

Produk garam yang telah memperoleh perlindungan IG berarti komunitas setempat sudah memegang hak eksklusif atas IG yang diberikan oleh negara dan akan dilindungi selama terjaganya reputasi, kualitas, dan karakteristik yang menjadi dasar diberikannya pelindungan atas IG tersebut masih ada.

Ia juga menilai, perlindungan IG atas produk garam tradisional lokal Bali mempunyai banyak manfaat, antara lain: (1) Melindungi produk serta komunitas dan anggotanya terhadap kecurangan, penyalahgunaan, dan pemalsuan tanda IG; (2) Meningkatkan posisi tawar produk serta kemampuan memasuki pasar baru baik di daerah, antar daerah, dan luar negeri; (3) Menjamin kualitas produk sebagai produk asli sehingga memberikan kepercayaan pada konsumen; (4) Meningkatkan nilai tambah, lapangan kerja, kualitas produk, produksi, dan peluang diversifikasi produk; (5) Membina produsen lokal dan memperkuat organisasi sesama pemegang hak dalam rangka menciptakan, menyediakan, dan memperkuat citra nama dan reputasi produk; (6) Meningkatkan peluang promosi untuk memperoleh reputasi yang lebih baik; (7) Menjaga kelestarian lingkungan untuk menjamin keberadaan ciri dan kualitas produk; dan (8) Menjaga kelestarian warisan budaya dan pengetahuan tradisional masyarakat pesisir Bali.

“Yang juga penting adalah pemerintah daerah perlu secara aktif memfasilitasi pendaftaran perlindungan secara internasional atas produk garam tradisional lokal Bali di negara-negara tujuan utama ekspor untuk memperkuat infiltrasi pasar di luar negeri, seperti di Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa. Sebab, produk garam tradisional lokal Bali yang sudah memiliki nama dan reputasi internasional perlu juga memperoleh perlindungan IG secara internasional,” sebutnya.

Karena dalam era perdagangan bebas, produk/barang yang memiliki ciri-ciri sangat khas berbasis sumber daya alam lokal dan diproduksi atau diolah berdasarkan pengetahuan lokal sebagai produk yang bersifat eksklusif mendapat perhatian dan perlakuan khusus melalui perlindungan internasional IG. Perlindungan internasional IG produk garam tradisional lokal Bali bermanfaat dan dapat digunakan sebagai strategi pemasaran produk pada perdagangan dalam dan luar negeri sehingga memberikan nilai tambah produk dan meningkatkan kesejahteraan pembuatnya.

Produk garam tradisional lokal Bali juga semakin meningkat reputasinya dalam perdagangan internasional. Lainnya adalah adanya persamaan perlakuan akibat promosi produk dari luar negeri dan sebagai alat untuk menghindari persaingan curang.

“Akhirnya, adanya berbagai produk unggulan beberapa daerah di Bali, salah satunya adalah garam tradisional lokal Bali, semestinya memiliki peranan penting dalam kemajuan daerah tersebut, terkhusus bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, kebijakan Gubernur Bali tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali ini berupaya mengajak kita semua untuk menjaga, melindungi, dan melestarikan keberadaan produk unggulan yang memiliki nilai, keunikan atau kekhasan spesifik lokasi dengan cara memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta turut mempromosikannya,” katanya.

“Dengan demikian, sumber daya alam lokal Bali dapat dimanfaatkan secara optimal sembari turut menjaga kelestarian warisan budaya dan lingkungan alam. Untuk menjaga dan melindungi keberadaan produk unggulan daerah yang memiliki keunikan cita rasa dan keunikan bentuk khas tentu diperlukan upaya yang maksimal apalagi produk unggulan daerah tersebut memiliki potensi pasar yang besar di daerah, antardaerah, dan luar negeri,” tutupnya. (rls)