Denpasar (Penabali.com) – Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) Bali mengadakan acara Berdiskusi sambil Kongkow-kongkow (Berdisko). Acara yang ke-9 kali digelar itu mengusung tajuk “Mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Dibarter Seharga 20% Saham Kosong?”. Acara Berdisko ke-9 ini menggandeng pembicara sosiolog dan juga pegiat Sanglah Institut yakni Gede Kamajaya, S.Pd., M.Si., dan Ketua KEKAL (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali I Wayan Adi Sumiarta, S.H., M.Kn., yang dilaksanakan di Kubu Kopi Jalan Hayam Wuruk, Denpasar.
Gede Kamajaya dalam diskusi menjelaskan bahwa ada sesuatu yang belum jelas secara jernih terkait rencana proyek Terminal LNG di Kawasan Mangrove dan Pesisir Sanur yang menyebabkan penolakan publik. Ia mengakui selama ini melihat di berbagai media bahwa pernyataan rencana pembangunan proyek Terminal LNG terus berubah-ubah, yang awalnya di mangrove kemudian berubah hanya pemipaan saja di mangrove. Dengan adanya ketidakjelasan tersebut wajar kemudian publik bertanya dan meminta informasi.
“Wajar kemudian teman-teman LSM dan masyarakat ingin mendapat informasi tersebut,” ucapnya
I Wayan Adi Sumiarta selanjutnya menjelaskan jika dengan adanya kepemilikan saham yang diungkapkan dalam persidangan bahwa 20% saham dimiliki Perusda Bali dan didominasi swasta yakni PT. Padma sebesar 80%, dimana dalam hukum perusahaan Perusda tidak memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan karena bukan pemilik saham mayoritas. Dirinya menduga bahwa saham 20% ini merupakan kompensasi sebagai penyediaan lahan untuk proyek Terminal LNG dan kebijakan perubahan blok, yang awalnya blok perlindungan menjadi blok khusus, sehingga Terminal LNG lolos dibangun di Tahura Ngurah Rai.
“Kuat dugaan kami seperti itu,” sebutnya.
Ia juga menjelaskan Perusda sebagai pemilik saham minoritas berupa saham kosong (hutang) dan dikembalikan lewat dividen nantinya, ketika PT Dewata Energi Bersih (PT DEB) sudah beroperasi dan dalam perjalanannya terjadi kerugian, hal tersebut dapat menimbulkan delusi saham dan nantinya saham akan dimiliki sepenuhnya oleh pihak swasta, karena nilai saham yang dimiliki Perusda terus dipotong untuk menutupi kerugian. Adi Sumiarta menduga bahwa hal ini merupakan upaya praktik-praktik untuk memprivatisasi lahan Mangrove Tahura Ngurah Rai.
Selain itu, adanya praktik-praktik seperti ini, jika dibiarkan akan menjadi preseden buruk kedepannya. Adi menjelaskan, jika praktik-praktik seperti ini dibiarkan dan berhasil diterapkan di lahan Tahura Ngurah Rai, maka kedepanya upaya seperti ini akan kembali dilakukan oleh swasta untuk merebut lahan publik.
“Jika dibiarkan, akan menjadi preseden buruk,” tegasnya.
Usai diskusi, acara dilanjutkan pembacaan puisi, lalu potong tumpeng untuk merayakan ulang tahun ke-23 Frontier Bali. Potongan tumpeng diserahkan kepada Ketua KEKAL Bali dan Direktur WALHI Bali. (rls)