Kepala OJK Regional 8 Bali-Nusra: Industri Jasa Keuangan Lakukan Restrukturisasi kepada 173.448 Rekening di Bali

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara bersama Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali mengadakan sosialisasi kebijakan pemerintah untuk pemulihan ekonomi akibat dampak covid-19, di Gedung OJK Regional 8 Bali-Nusra Jl. Diponogoro, Denpasar Rabu (05/08/2020). Sosialisasi dilaksanakan secara online kepada industri perbankan (bank umum dan BPR) serta perusahaan pembiayaan di Bali.

Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Elyanus Pongsoda mengungkapkan di Provinsi Bali industri jasa keuangan telah melaksanakan restrukturisasi dengan data yang berhasil dihimpun per Juli 2020, secara outstanding terdapat 235.279 rekening kredit perbankan terdampak dengan besaran kredit Rp.37,47 Triliun.

“Dari jumlah tersebut sebanyak 173.448 rekening dengan total kredit Rp.26,61 Triliun telah mendapatkan restrukturisasi,” terangnya.

Khusus untuk bank umum di Provinsi Bali, lanjut Elyanus, terdapat 204.807 rekening terdampak dengan besaran kredit Rp.31,44 Triliun. Dari jumlah tersebut sebanyak 155.116 rekening dengan total kredit Rp.23,36 Triliun telah mendapatkan restrukturisasi.

Sementara itu, untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi Bali, terdapat 30.472 rekening terdampak dengan besaran kredit Rp.6,03 Triliun. Dari jumlah tersebut sebanyak 18.332 rekening dengan total kredit Rp.3,26 Triliun telah mendapatkan restrukturisasi.

Selanjutnya Elyanus membeberkan, untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bali, dari 10 bank umum yang telah melaporkan tercatat bahwa terdapat 103.670 rekening dengan nominal Rp.4,48 Triliun yang terdampak.

“Dari jumlah tersebut sebesar 73.277 rekening dengan nominal kredit Rp.3,28 Triliun telah mendapatkan restrukturisasi,” ungkapnya.

Sementara itu, Pimpinan Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali, Tri Budianto lewat paparannya secara virtual membawakan 3 materi sosialisasi. Yaitu pemberian subsidi bunga dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional (PMK 85/PMK.05/2020), penempatan uang negara pada bank umum (PMK 70/PMK.05/2020), dan program penjaminan pemerintah kepada korporasi padat karya (PMK 98/PMK.08/2020).

Dalam penjelasannya, Tri Budianto menyatakan meskipun pandemi covid menyebabkan krisis di bidang kesehatan namun berdampak luas ke sosial, ekonomi dan keuangan. Pemerintah telah merespon dampak pandemi dengan mengeluarkan berbagai kebijakan dan regulasi dengan nilai Rp.695,20 Triliun.

Secara nasional ada total 60,66 juta debitur telah menerima subsidi bunga dengan nilai mencapai Rp.35,28 Triliun dengan 1.601,75 Triliun total outstanding kredit penerima subsidi. Adapun besaran subsidi tersebut adalah 6% untuk 3 bulan pertama dan 3% untuk 3 bulan berikutnya berlaku sejak 1 April 2020 s.d. 31 Desember 2020.

“Bagi UMKM yang ingin mendapatkan informasi terkait status subsidi bunga pemerintah dapat mengakses website www.jendelaukm.id.,” jelasnya.

Terkait dengan penempatan uang negara, bank umum dapat mengajukan diri menjadi mitra penerima uang negara dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Adapun jumlah dana yang akan ditempatkan mencapai Rp.30 Triliun yang bersumber dari kas negara. Penempatan ini bersifat sementara yaitu 6 bulan dengan tingkat suku bunga minimal sebesar bunga penempatan uang negara di Bank Indonesia.

Untuk periode pertama, penempatan uang negara telah dilakukan di 4 Bank Himbara yaitu BRI, Mandiri, BNI dan BTN. Sedangkan untuk Provinsi Bali, Bank BPD Bali sedang dalam tahap persetujuan di Kementerian Keuangan.

Meskipun BPR belum dapat menerima penempatan ini namun tetap dapat bekerjasama dengan bank umum penerima uang negara yang pemanfaatannya harus disesuaikan dengan ketentuan dalam PMK 70/PMK.05/2020.

Penjaminan pemerintah kepada Korporasi Padat Karya dilakukan melalui penyediaan fasilitas penjaminan sehingga perbankan dapat menambah exposure kredit modal kerja kepada pelaku usaha. Program ini bertujuan untuk menunjang kebutuhan korporasi padat karya atas tambahan kredit modal kerja agar dapat kembali melakukan aktivitas secara maksimal selama masa pandemi sehingga diharapkan pelaku usaha dapat menghindari aksi pengurangan tenaga kerja.

Fasilitas penjaminan kredit modal kerja korporasi ditujukan kepada pelaku usaha korporasi yang memiliki usaha berorientasi ekspor dan/atau padat karya yang memiliki minimal 300 karyawan. Pelaku usaha korporasi yang dijamin tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM, dan tidak termasuk dalam daftar kasus hukum dan/atau tuntutan kepailitan serta memiliki performing loan lancar sebelum terjadinya pandemi covid-19. Besaran tambahan kredit modal kerja yang dijamin bernilai antara Rp.10 Miliar sampai dengan Rp.1 Triliun.

Dalam sesi tanya jawab, sebagian besar pertanyaan datang dari peserta BPR yang menanyakan terkait teknis pelaporan SIKP untuk program subsidi. Menjawab hal tersebut, Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara bersama Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali sepakat untuk melaksanakan bimbingan teknis kepada BPR-BPR di Bali dalam mengakses SIKP dalam waktu dekat.

Pimpinan Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali menyatakan kesiapannya dalam mendukung program pemerintah untuk pemulihan ekonomi dengan bekerjasama dengan OJK serta seluruh industri melalui kegiatan sosialisasi maupun pendampingan kepada industri keuangan di Bali.

Elyanus meminta agar industri di Bali senantiasa memberikan laporan perkembangan restrukturisasi kredit di kantornya masing-masing sebagai bahan evaluasi efektifitas program-program pemerintah serta bergerak cepat dalam melaksanakan kebijakan pemerintah untuk pemulihan ekonomi di masa pandemi khususnya di Provinsi Bali. (red)