Categories Berita Denpasar

Ketua PD FSP Par-SPSI Bali: Tanpa Serikat Pekerja Tak Mungkin Tercipta UMK

PD FSP Par-SPSI Bali bersama PC FSR Par-SPSI Kabupaten/Kota se-Bali mengadakan Diklat Kader FSP Par-SPSI se-Provinsi Bali di Gedung SPSI Provinsi Bali, Minggu (27/10/2019).

“Tujuan diklat ini untuk penataan organisasi sekaligus memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada peserta termasuk mempelajari Undang-Undang yang berkaitan dengan serikat pekerja dan serikat buruh, sehingga dalam menjalankan komunikasi pekerja memiliki dasar hukum. Diklat ini kami laksanakan selama dua hari,” jelas Ketua Panitia Diklat Gunanta Yadnya didampingi panitia lainnya.

Bagi peserta, diklat ini dirasa sangat penting untuk menambah wawasan dan pengetahuannya tentang organisasi serikat pekerja. “Dengan ini saya bisa menggerakkan organisasi dengan baik sesuai aturan dan AD/ART,” kata salah seorang peserta diklat Ketut Wahyu Darmawan.

Sementara itu, Ketua PD FSP Par-SPSI Provinsi Bali Putu Satyawira Marhaendra menyatakan, dengan adanya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja Serikat Buruh, para pekerja dan buruh yang ingin berserikat tidak perlu takut dan khawatir karena didalam Undang-Undang tersebut memberikan perlindungan terhadap keinginan pekerja untuk bergabung ataupun tidak bergabung menjadi ataupun tidak menjadi anggota serikat pekerja serikat buruh.

“Sehingga kami sangat berharap melalui proses kesadaran pekerja untuk berserikat ini bisa menjadi lebih cepat. Karena kenapa, jumlah pekerja berserikat di Prov Bali dengan yang tidak berserikat bedanya jauh sekali. Jumlah yang tidak berserikat mendekati 90 persen lebih sedangkan yang berserikat dibawah 5 persen. Sering saya katakan perjuangan minoritas mereka yang berserikat untuk yang tidak berserikat,” beber Satyawira.

Perjuangan yang dimaksud pria asal Gianyar ini, adalah ketika memperjuangkan hak pekerja dan buruh. Salah satunya perjuangan serikat pekerja tentang kesepakatan upah minimum kabupaten kota dan provinsi

“Karena tanpa adanya serikat pekerja serikat buruh yang mewakili pekerja didalam dewan pengupahan maka tidak akan mungkin tercipta upah minimum baik kabupaten/kota dan provinsi,” ucapnya.

Disisi lain, soal jumlah pekerja yang berserikat masih dibawah lima persen, Satyawira menegaskan, tidak serta merta pihaknya dengan mudah menerima pekerja yang ingin berserikat. Karena menurutnya yang terpenting adalah bukan pada kuantitas tetapi kualitas.

“Kami tidak ingin buru-buru menerima anggota. Kami tidak akan terima berserikat karena punya masalah, atau pekerja yang ingin dapat UMK baru berserikat, kami tak mau layani, ada pekerja yang ingin berserikat karena dapat tekanan dari manajemen, kita tidak akan layani, prinsip kami sekali bendera berkibar selama-lamanya berkibar,” tegasnya.

Foto: Ketua PD FSP Par-SPSI Bali, Putu Satywira Marhaendra.

Meski demikian, Satyawira mengungkapkan sesuai tagline FSP Par-SPSI Bali yakni “Bina, Lindung, Sejahtera”, maka FSP Par-SPSI akan tetap memberikan bimbingan dan pembinaan.

“Kami tidak mudah untuk menerima mereka ingin berserikat tetapi kami tetap membimbing kalau memang sungguh-sungguh ya kita akan terima tapi kalau masih setengah hati iya kita juga tidak memaksa,” jelas pria yang dikenal komit membela kaum pekerja dan buruh ini.

Didalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja Serikat Buruh, juga diatur siapapun pihak yang menghalang-halangi pekerja berserikat akan kena sangsi pidana kurungan penjara satu sampai lima tahun dan denda 100-500 juta.

“Ini sudah ada perlindungan tetapi animo pekerja untuk berserikat juga masih sangat rendah, penyebabnya karena mereka sedang berada di zona nyaman. Berserikat itu hak pekerja, kalau dia tidak mau mendapat haknya ini justru timbul tanda tanya, kesimpulan kami berada di zona nyaman karena merasa gak punya masalah tak perlu berserikat tapi ketika nanti UMK gak dibayar baru berserikat, nah ini yang tidak boleh,” ungkap Satyawira. (red)