Denpasar (Penabali.com) – Kisruh debitur BPR Lestari mengundang perhatian banyak pihak, termasuk ekonom, Viraguna Bagoes Oka.
Mantan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali itu, mengatakan jika persoalan itu tidak segera diselesaikan akan menjadi preseden buruk dunia perbankan dan iklim investasi di Bali khususnya.
“OJK selaku otoritas sebetulnya sudah bisa mendeteksi sejak awal bila terjadi kesalahan bila bank dianggap tidak menjalankan prosedurnya dengan baik,” ujar Viraguna di Denpasar, Senin (10/01/2022).
Ia paham betul bagaimana sistem operasional yang dijalankan bank, apalagi di bank tersebut ditempatkan seorang pengawas yang secara rutin memberikan pelaporan. OJK itu melakukan “on side supervisi” dan mestinya bila dianggap unprosedural yang namanya “early warning” itu sudah ada.
“Lantas kemana pengawas bank selama ini,” ucap Viraguna.
Secara gamblang Viraguna mengatakan, jika memang BPR Lestari salah dalam menjalankan prosedur, mestinya diingatkan atau ditegur bukan malah terkesan seperti ada pembiaran. Apalagi kasus ini sudah bergulir dalam beberapa tahun terakhir dan belum tuntas juga.
“OJK sebagai lembaga otoritas mestinya lebih tegas dan independen,” tandasnya.
Secara yuridis, BPR Lestari kuat dan mereka paham betul tentang hal itu, tapi bagaimana prosesnya itu yang kerap menjadi pertanyaan banyak pihak. Menjelaskan proses pinjaman menjadi tanggung jawab pihak kreditur, alasannya banyak pasal didalamnya yang mesti dijelaskan dan dipahami.
“Jangankan masyarakat awam, sekelas pengusaha aja kena juga kok. Karena yang mereka tahu, mereka dapat pinjaman dari bank tanpa tahu risiko apa yang akan dihadapi,” tuturnya.
Dari sisi lain, Viraguna Bagus Oka yang juga kerap dimintai “advise” oleh BPR Lestari berpendapat, OJK selaku otoritas sejak awal kemunculannya “tools”nya harus lengkap, seperti SDM dan permodalannya, jangan sampai OJK yang semestinya sebagai otoritas bisa berlaku independen mengaudit, akhirnya tak berdaya menghadapi perbankan yang bermasalah lantaran ada pungutan dari yang diaudit.
“Bagaimana mungkin bisa berlaku independen kalau dari sisi permodalan saja tidak memadai. Ndak mungkin kan saya mungut dari mereka lantas saya eksekusi, jadinya ‘eweuh pakewueh’ itu yang terjadi. Dan jelas kondisi ini merugikan semua pihak alias tidak sehat,” jelasnya.
Viraguna meminta ketegasan OJK untuk mensupervisi lembaga keuangan secara independen. Perlu langkah kongkrit dan cepat OJK dalam menyelesaikan persoalan yang ada agar tidak timbul kesan terjadi “pembiaran”. Jangan hanya karen ingin mempertahankan kinerja, tapi mengorbankan yang lain. (rls)