Denpasar (Penabali.com) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali bersama Frontier Bali menghadiri rapat pembahasan Formulir Kerangka Acuan AMDAL Rencana Kegiatan Sistem Penyediaan Air Baku Embung Tukad Unda Desa Tangkas dan Desa Kamasan Kecamatan Klungkung, Desa Gunaksa dan Desa Sampalan Kelod Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung dan memberikan tanggapan terkait Rencana Kegiatan Sistem Penyediaan Air Baku Embung Tukad Unda tersebut, yang berlangsung di ruang pertemuan DKLH Provinsi Bali, Senin (10/4/2023).
Semula dalam latar belakang proyek ini, dikatakan jika Rencana Kegiatan Sistem Penyediaan Air Baku Embung Tukad Unda untuk mewujudkan target pemerintah Indonesia yang menargetkan 100% cakupan air minum pada tahun 2030 (sejalan dengan SDGS 6 : Air bersih dan Sanitasi). Namun pada konsep suplai air yang akan diperuntukkan oleh proyek Embung Tukad Unda ini dinilai aneh sebab memprioritaskan pemenuhan untuk kebutuhan air bagi Proyek Pusat Kebudayaan Bali (PKB) ketimbang untuk mensuplai kebutuhan air bagi masyarakat.
Made Krisna Dinata, S.Pd., selaku Direktur WALHI Bali menyampaikan beberapa point tanggapan dalam rapat tersebut dimana pihaknya menilai bahwa proyek Embung Tukad Unda tersebut semata-mata hanya dibuat guna memenuhi kebutuhan air Pusat Kebudayaan Bali namun berkedok untuk kebutuhan masyarakat. Adapun alasan WALHI Bali dalam mengatakan hal tersebut sebab dalam Formulir KA AMDAL dikatakan jika dalam suplai air proyek tersebut direncanakan untuk menyuplai kebutuhan air baku Kawasan Pusat Kebudayaan Bali sebanyak 50 liter/detik (Liter per detik) sedangkan sebesar 0,35 m3/detik (Meter kubik per detik) akan diperuntukkan untuk mensuplai sedikitnya empat kecamatan yakni Kecamatan Klungkung, Kecamatan Banjarangkan, dan Kecamatan Dawan serta Kecamatan Gianyar di Kabupaten Gianyar dan itupun baru terealisasi pada tahap kedua yang jika dikorvensi untuk empat kecamatan maka rata-rata setiap kecamatan hanya mendapat 87,5 liter/detik. Tentunya hal tersebut berbanding jauh dengan komposisi suplai air untuk Pusat Kebudayaan Bali yang hanya satu proyek dengan empat kecamatan.
“Mengapa peruntukan air justru lebih besar ke PKB ketimbang kepada masyarakat?,” tanya Krisna Dinata seraya menanyakan data rinci terkait kebutuhan air untuk PKB dan masyarakat yang tidak dicantumkan dalam dokumen.
Lebih lanjut pihaknya menduga jika proyek ini murni untuk memenuhi kebutuhan air proyek PKB namun menggunakan kedok pembangunan infrastruktur penyediaan air baku untuk masyarakat. Rencana kegiatan ini juga dinilai tidak sesuai dengan Tata Ruang Provinsi Bali berdasarkan Perda 3/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16/2009 Tentang RTRW Provinsi Bali Tahun 2009-2029, sebab lokasi proyek terletak pada Indikasi Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya Tanaman Pangan. Disamping itu merujuk pada Perda Kabupaten Klungkung No.1 Tahun 2013 tentang RTRW Kabupaten Klungkung 2013-2033, juga dikatakan bahwa lokasi rencana proyek Embung Tukad Unda di Desa Tangkas terletak pada kawasan Tanaman Pangan dan Kawasan Pariwisata/Eks. Galian C.
“Maka atas dasar hal tersebut sejatinya proyek ini sudah tidak sesuai dengan rencana tata ruang,” jelas Bokis, panggilan akrabnya.
Lebih lanjut Krisna menyatakan bahwa tapak proyek rencana Kegiatan Sistem Penyedia Air Baku Embung Tukad Unda itu berada dalam kawasan rawan bencana gempa dan gunung api. Bahwa berdasarkan data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) tapak proyek berpotensi dilanda gempa bumi kuat dengan skala intensitas 7 MMI, berpotensi terjadinya retakan tanah, likuifaksi, longsoran, dan pergeseran tanah. Dengan luas 12 Ha serta memiliki daya tampung 500.000 m3 justru makin memperparah potensi menimbulkan bencana baru akibat rusaknya segala sarana prasarana apabila terjadi gempa.
Pihak WALHI Bali juga menyatakan jika seharusnya Kepala Dinas DKLH Provinsi Bali bersikap tegas untuk melarang pembangunan di kawasan rawan bencana sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang dinyatakan dalam Rakornas BMKG pada 23 Juli 2019 yang menyatakan bahwa tegas disampaikan di daerah rawan gempa atau banjir tidak dibangun bandara, bendungan, perumahan dan sebagainya.
“Semestinya pembangunan infrastruktur yang dipaksakan dibangun di kawasan rawan bencana ditolak oleh DKLH Bali dan dinyatakan tidak layak,” tegasnya.
Formulir Kerangka Acuan Rencana Kegiatan Penyediaan Sistem Air Baku Embung Tukad Unda dinilai cacat karena dokumen tidak konsisten menyebutkan luasan proyek dengan jumlah luasan yang berubah-ubah dan hal tersebut diakusi oleh Tim Penyusun Dokumen KA AMDAL ini. Selain itu dalam dokumen ini juga tidak menyertakan terkait upaya mitigasi bencana yang ditimbulkan akibat aktivitas pembangunan proyek ini, serta dokumen ini juga tidak melampirkan Surat Keterangan No: B.29.027/6150/SDA/PURKIM pada dokumen tersebut.
“Atas dasar tersebut kami WALHI Bali menyatakan dokumen Formulir Kerangka Acuan AMDAL Kegiatan Penyediaan Air Baku Embung Tukad Unda tidak layak” tegasnya sembari menuntut agar pembahasan terkait rencana kegiatan tersebut untuk dihentikan, serta menghentikan rencana pembangunan proyek di kawasan rawan bencana.
Dalam acara pembahasan Formulir Kerangka Acuan Amdal tersebut pihak WALHI Bali juga menyerahkan surat tenggapan kepada Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali yang diserahkan oleh Sekjen FRONTIER Bali A.A. Gede Surya Sentana dan diterima langsung I Made Teja selaku Kepala Dinas KLH Bali. (rls)