Lomba “Ngelawar” Desa Adat Kerobokan, Mengukuhkan Tradisi Budaya yang Tak Boleh Punah

Setelah Lomba Ngelawar tahap pertama dilaksanakan pada hari Minggu (20/7) lalu, di GOR Purna Krida Kerobokan, Badung, kini kembali lomba serupa tahap kedua digelar ditempat yang sama, Minggu (28/7) pagi. Lomba yang digagas Desa Adat Kerobokan ini diikuti 50 banjar adat di wilayah desa adat setempat, dimana tiap tahapnya diikuti 25 banjar.

Bendesa Adat Kerobokan Anak Agung Putu Sutarja disela kegiatan mengatakan, maksud dan tujuan dari lomba ini untuk menyatukan orang tua dengan generasi muda agar selalu bersama-sama melakukan kegiatan dan aktivitas adat, budaya dan agama.

“Karena peserta di tiap banjar melibatkan orang tua dan para yowananya maka kami berharap dua unsur warga banjar ini tetap menyatu bersama-sama sejalan melakukan aktivitas apapun,” ujar Anak Agung Putu Sutarja didampingi Manggala Karya A.A. Ngurah Gede Sujaya, bersama salah satu panitia Wayan Suandi.

Lawar merupakan salah satu masakan khas tradisional Bali. Kuliner yang jadi makanan favorit krama ini bahkan wajib ada di setiap kegiatan dan aktivitas adat, budaya dan agama Hindu. Terdapat filosofi menarik pada masakan lawar ini. Bahan-bahannya bercampur aneka bumbu, ditambah daging yang umumnya menggunakan daging babi, ayam maupun bebek. Dari ragam bumbu itu, didalam unsur lawar ada bermacam rasa mulai dari asin, manis, pahit, pedas, asam, dan amis. Beragam sifat lawar ini kemudian diracik jadi satu rasa, yakni enak dan nikmat. Dapat disimpulkan, lawar mengandung makna keharmonisan dan keseimbangan meski didalamnya ada berbagai bahan dan rasa.

“Kita ingin menumbuhkan rasa persatuan dan persaudaraan disemua banjar yang ada di Desa Adat Kerobokan,” ungkap Jro Bendesa Anak Agung Putu Sutarja.

Lomba Ngelawar ini digelar serangkaian Karya Agung Mamungkah, Ngenteg Linggih, Ngusaba Desa, Ngusaba Nini, Tawur Balik Sumpah Utama, Pedudusan Agung lan Segara Kerthi yang dilaksanakan di Pura Desa dan Pura Puseh Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Selain itu, juga untuk menyambut hari raya Galungan dan Kuningan.

Manggala Karya A.A. Ngurah Gede Sujaya, menjelaskan Lomba Ngelawar ini merupakan program desa adat untuk memberikan semangat kepada generasi muda agar selalu eling untuk mempertahankan dan melestarikan tradisi budaya utamanya ngelawar.

“Kebetulan masih dalam suasana hari Galungan dan Kuningan khususnya lagi dalam kaitannya dengan karya agung ini tentu dalam konteks kegiatan ritual keagamaan pasti diperlukan sarana upakara yang salah satu isinya adalah lawar dan sate. Maka kami ingin generasi muda tidak berpikir beli saja dan lebih buruk lagi justru melupakan tradisi ngelawar ini,” sebut A.A. Ngurah Gede Sujaya.

Karena itu, dengan lomba ini generasi muda dapat terus melanjutkan budaya ngelawar sebagai warisan leluhur yang harus terus dipertahankan dan dilestarikan.

“Kita harapkan generasi muda Hindu tetap meneruskan tradisi ngelawar ini agar tidak punah,” terangnya.

Dalam Lomba Ngelawar tahap dua ini, tiap tim peserta wajib mengolah 2 kg daging babi untuk menjadi lawar, sate dan masakan tradisional Bali lainnya. Ada lima orang tim juri yang didatangkan dari Indonesia Chef Association (ICA) BPC Badung. Mereka adalah Putu Raka, IK Artist, Wayan Karmana, Wayan Susana, dan Gede Baihakie.

Kriteria penilaiannya dikelompokkan kedalam empat unsur. Yaitu persiapan dan kebersihan, ketepatan dan persiapan, proporsional, kreatifitas dan presentasi, dan unsur penilaian yang utama adalah rasa.

“Kami melihat dua tahap lomba ngelawar ini berjalan cukup ketat. Tiap peserta menampilkan improvisasinya namun rasa jadi penilaian kami yang utama,” jelas salah satu juri, Gede Baihakie, disela mencicipi lawar di salah satu peserta.

Setelah melalui kurasi yang cukup ketat, dewan juri akhirnya menetapkan para juaranya.

* Juara Favorit 3 nilai 428: Banjar Taman
* Juara Favorit 2 nilai 433: Banjar Muding Kelod
* Juara Harapan 1 nilai 439: Banjar Umalas Kauh
* Juara 3 nilai 440: Banjar Padangsumbu Tengah
* Juara 2 nilai 455: Banjar Pengubengan Kangin
* Juara 1 nilai 466: Banjar Padangsumbu Kaja
(red)