Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai merupakan salah satu bandar udara tersibuk di Indonesia yang melayani puluhan ribu penumpang dan ratusan penerbangan setiap harinya. Sebagai salah satu objek vital nasional dalam bidang transportasi yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak setiap harinya, terjaminnya keamanan di bandar udara merupakan hal yang mutlak untuk diwujudkan oleh PT. Angkasa Pura I (Persero) selaku pengelola bandar udara.
Meskipun keamanan bandar udara merupakan tanggung jawab seluruh pihak, baik itu stakeholder maupun pengguna jasa, personel aviation security merupakan salah satu garda terdepan yang bertugas dalam pengamanan bandar udara. Dalam menjalankan tugasnya, setiap personel dituntut untuk terampil, cekatan, serta memiliki pemahaman yang mendalam terhadap berbagai jenis ancaman dari dalam dan luar bandar udara.
Bekerjasama dengan Pemerintah Australia melalui Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia di Jakarta, serta dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, PT. Angkasa Pura I (Persero) menggelar pelatihan Explosive Trace Detection (ETD) dan Advanced Technology Implementation bagi para personel aviation security, Senin (18/03).
“Manajemen PT. Angkasa Pura I (Persero) selaku pengelola bandar udara, secara rutin dan berkesinambungan menjalankan program peningkatan kapasitas bagi para personel aviation security, baik itu secara internal, maupun dengan bekerja sama dengan instansi eksternal yang selama ini telah terjalin dengan baik,” ujar Airport Security Department Head PT. Angkasa Pura I (Persero) Kantor Cabang Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai,
I Made Sudiarta.
Pelatihan yang diselenggarakan di Hotel Harris Tuban ini merupakan salah satu wujud kerja sama yang telah berjalan secara berkelanjutan, yang terlaksana melalui kerja sama Pemerintah Australia dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara selama sepuluh tahun terakhir.
“Materi yang diangkat dalam pelatihan ini bersifat cukup esensial dalam keamanan penerbangan. Bahan peledak atau explosive, merupakan salah satu barang berbahaya yang secara sangat ketat diatur dalam peraturan penerbangan,” lanjutnya.
Pendeteksian bahan peledak sejak dini di bandar udara merupakan salah satu prosedur keamanan yang mutlak dilakukan dalam rangkaian pemeriksaan keamanan. Dalam pelatihan ini, turut disampaikan pula materi mengenai penggunaan teknologi tingkat lanjut atau advanced technology implementation dalam prosedur keamanan bandar udara. Kombinasi kedua materi pelatihan ini ditujukan untuk dapat menjadi pengetahuan baru bagi personel keamanan bandar udara untuk dapat semakin meningkatkan pelayanan, serta pada akhirnya, dapat memastikan kondisi keamanan bandar udara dan keamanan penerbangan.
First Secretary (Transport) dari Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia di Jakarta Adam Morton, menyambut baik terhadap kegiatan pelatihan ini. “Pada kegiatan ini kita akan banyak membahas implementasi teknologi maju. Kita harus menyambut teknologi baru tersebut, khususnya body scanner dan mesin ETD, karena ancaman di luar sana yang sifatnya baru,” ujarnya.
Hingga saat ini, sudah banyak bandar udara di dunia yang meningkatkan standar keamanan dengan pengimplementasian explosive trace detection checking. Di Australia, Bandar Udara Newcastle di Negara Bagian New South Wales, Bandar Udara Internasional Melbourne, dan Bandar Udara Hobart di Tasmania telah menerapkan prosedur keamanan ini dengan sistem random checking terhadap penumpang yang hendak bepergian melalui pesawat udara.
Di Amerika Serikat, petugas aviation security berhasil mencegah seorang penumpang yang kedapatan membawa bahan peledak untuk masuk ke dalam terminal bandar udara. Di Bandar Udara Internasional Yuma di Negara Bagian Arizona, bahan peledak jenis C4 atau bom plastik yang disembunyikan dalam kaleng tembakau oleh seorang penumpang pada tahun 2011 silam, berhasil terdeteksi melalui ETD checking.
“Selain penggunaan teknologi, kualitas sumber daya manusia juga sangat berperan. Untuk itu, saya berharap akan ada banyak interaksi di kegiatan ini,” ujarnya.
Pelatihan yang akan dilaksanakan hingga tanggal 27 Maret 2019 tersebut diikuti 44 peserta, di mana bandar udara tuan rumah mengirim 30 personel. Sebanyak 12 peserta sisanya merupakan utusan dari 7 bandar udara di lingkup PT. Angkasa Pura I (Persero), serta 2 peserta dari Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah IV. (red)