Pemprov Bali Didesak Buat Regulasi Child Protection Policy Cegah Eksploitasi Seksual Terhadap Anak

Mengutip data yang dirilis Pemerintah Australia, menyebut sedikitnya 293 pedofil masuk ke Indonesia sejak tahun 2014. Fakta tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan bagi Bali sebagai daerah tujuan wisata.

“Jika tidak segera ditangani, hal ini kita khawatirkan akan merusak citra pariwisata Bali. Karena beberapa negara yang konsen terhadap perlindungan anak menunggu keseriusan kita dalam upaya mencegah terjadinya ekploitasi seksual pada anak, khususnya di sektor pariwisata,” ujar Ketua Yayasan Alit, Gunardi, disela pertemuan pelaku pariwisata dan pemerhati anak dalam acara yang bertajuk ‘Selasa Pariwisata’, Selasa (30/7) kemarin, di Ruang Praja Sabha Kantor Gubernur Bali, Denpasar. Pertemuan yang difasilitasi sekaligus dihadiri Wagub Bali Tjok Oka Artha Ardana Sukawati itu, juga membahas permasalahan di bidang kepariwisataan.

Eksploitasi anak di sektor pariwisata menjadi perhatian Yayasan Alit dan Lentera Anak Bangsa yang dihadirkan dalam pertemuan tersebut. Gunardi mengaku prihatin karena masih ditemukannya kasus eksploitasi seksual yang menimpa anak-anak. Menurutnya, eksploitasi seksual umumnya dilakukan jaringan pedofil yang berkedok wisatawan.

Untuk itu, Yayasan Alit dan Lentera Anak Bangsa mendesak pemerintah merancang sebuah regulasi lebih jelas untuk mengatur Child Protection Policy. Langkah ini akan memberi keyakinan bagi negara-negara internasional akan keseriusan pemerintah mencegah eksploitasi seksual terhadap anak.

“Masalah anak yang tadi dijelaskan hanya salah satunya, ada persoalan lain yang bisa menjadi bom waktu jika kita tidak segera ditangani,” kata Wagub Cok Ace.

Foto: Wagub Bali Tjok Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace).

Salah satu persoalan serius yang saat ini tengah dihadapi sektor pariwisata Bali adalah persaingan tidak sehat dalam penyediaan akomodasi pariwisata. Selain berdampak pada kebocoran pajak, keberadaan villa yang jauh dari jangkauan pengawasan juga berpotensi menimbulkan persoalan lain seperti menjadi tempat persembunyian pedofil yang berkedok sebagai wisatawan.

“Ini jadi PR kita bersama dan tak bisa diselesaikan secara instan,” tambahnya. (red)