Sejak pemerintah menetapkan wabah pandemi covid-19 sebagai darurat nasional pada bulan Maret 2020, saat itu pula seluruh aktivitas mengalami “jeda”. Industri pun mengalami “mati suri”. Imbasnya, pemerintah mengeluarkan semacam himbauan agar masyarakat lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah dan bekerja dari rumah untuk menghindari terinfeksi virus corona.
Kondisi ini juga berpengaruh pada sektor pendidikan. Mahasiswa dan pelajar terpaksa ikut “dirumahkan”. Mereka diharuskan belajar dari rumah. Pun demikian dengan tenaga pendidiknya, baik guru maupun dosen. Semua aktivitas pendidikan yang sebelumnya tatap muka, kini dikerjakan dengan sistem daring atau online.
Dengan pola belajar dari rumah, praktis waktu anak-anak akan lebih banyak dirumah juga bersama orang tua. Dirumah, mereka belajar menggunakan gadget-nya, berkomunikasi dengan guru ataupun dosen.
Menurut seorang tenaga pendidik, Ni Wayan Parwati Asih, S.Pd., M.Pd., secara umum, pengertian pendidikan adalah suatu proses pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekumpulan manusia yang diwariskan dari satu genereasi ke generasi selanjutnya melalui pengajaran, pelatihan, dan penelitian.
Dengan pendidikan maka seseorang akan memiliki kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan yang dapat memberi manfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.
Ia melanjutkan, pendidikan dari jenisnya dibagi tiga yakni pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan formal merupakan pendidikan terstruktur dan berjenjang mulai tingkat PAUD hingga perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan di luar jalur formal seperti sanggar, lembaga kursus ataupun lembaga keterampilan. Dan pendidikan informal adalah jenis pendidikan yang diperoleh dari lingkungan sekitar salah satunya keluarga.
“Di masa pandemi ini, anak-anak tak hanya belajar formal meski dilakukan secara daring. Namun jauh dari itu, dengan belajar dari rumah maka para orang tua punya lebih banyak waktu mendampingi putra putrinya untuk menekankan lagi pendidikan karakter,” ujar Parwati Asih, Selasa (14/07/2020), di Denpasar.
Perempuan yang lebih akrab dipanggil Agek ini mengatakan, pendidikan karakter merupakan usaha sadar yang terencana dan terarah melalui lingkungan pembelajaran untuk tumbuh kembangnya seluruh potensi manusia yang memiliki watak berkepribadian baik, bermoral-berakhlak, dan berefek positif konstuktif pada alam dan masyarakat, (Kaimuddin:2014).
Ada banyak tujuan pendidikan karakter. Diantaranya mengembangkan potensi kalbu/ nurani/afektif siswa sebagai warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi penerus bangsa. Mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan. Dan mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
“Pendidikan karakter sangat penting diterapkan pada peserta didik di masa pandemi seperti sekarang ini, dimana peserta didik belajar melalui daring dan luring sehingga perlu proteksi terhadap pengaruh- pengaruh negatif teknologi. Sehingga tetap bisa belajar dan mengerjakan tugas dengan baik tanpa terpengaruh oleh pengaruh tidak baik teknologi,” papar Agek yang juga pengajar di SMK Teknologi Nasional Denpasar.
Perempuan yang juga aktif di berbagai organisasi salah satunya di IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), mengungkapkan bagaimana penanaman karakter orang tua dirumah bersama-sama dengan pihak guru melalui pembelajaran daring agar benar-benar para siswa bisa mengikuti pembelajaran walau tanpa tatap muka.
“Besarnya pengaruh teknologi juga sangat bisa mempengaruhi perilaku anak-anak kita. Maka dari itu sangat perlu penguatan karakter pada anak-anak dari usia dini sebelum bersentuhan dengan teknologi,” tegasnya.
Agek menerangkan, membentuk karakter merupakan proses seumur hidup. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh dalam lingkungan yang berkarakter. Tiga pilar penting dalam membentuk karakter anak, adalah keluarga, sekolah, dan ingkungan/komunitas (Zainul Miftah: 37).
Keluarga sebagai pendidik pertama dan utama, ujar Agek, dimana interaksi anak pertama kali adalah dengan orang tua, maka penanaman karakter pada pola asuh itu sangat amat penting.
Di masa pandemi covid-19, ada banyak hal positif yang bisa dilakukan anak dan orang tua dirumah. Misalnya menunjukkan rasa hormat kepada orang tua, dan anggota keluarga yang lainnya. Berbicara dengan rasa hormat dan kasih sayang dan sopan kepada seluruh anggota keluarga. Buat waktu bersama dengan anggota keluarga, makan bersama tanpa gadget atau berikan waktu batasan penggunaan HP, tanpa media sosial di tangan dan berikan perhatian kepada anggota keluarga.
Buatlah masa bekerja dan belajar di rumah sebagai moment yang dapat dikenang oleh semua anggota keluarga. Selektif memberikan tontonan pada anak juga amat penting karena pada masa pandemi covid-19, orang tua mempunyai waktu yang cukup untuk mengawasi putra putrinya. Diskusikan saat-saat menyenangkan dan saat liburan (pada masa lalu atau masa depan). Mulai biasakan membagi tugas pekerjaan rumah tangga bersama anggota keluarga. Ajarkan anak-anak untuk selalu bersyukur terhadap hal sekecil apapun, tanamkan rasa cinta menyayangi sesama.
“Menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik seperti itu mulai dari lingkungan keluarga maka anak-anak kita akan menjadi pribadi yang berkarakter dan berakhlak mulia,” ucap ibu tiga anak yang juga seorsng pengusaha sukses ini. (red)