Singaraja ( Penabali.com ) – Penjabat (Pj) Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana menegaskan bahwa hingga saat ini tidak ada telur ataupun nyamuk wolbachia yang disebar di Kabupaten Buleleng. Mengenai hal tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng menunggu kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
“Jika belum ada kebijakan resmi dari pemerintah pusat, kami tidak mau menerapkannya. Apalagi ini menyangkut nyawa manusia. Jangan main-main. Pemerintah harus melindungi masyarakatnya,” ujarnya saat memberikan keterangan pers kepada awak media mengenai metode nyamuk wolbachia ini di Rumah Jabatan Bupati Buleleng, Kamis (16/11).
Lihadnyana menjelaskan Pemkab Buleleng tidak mau menerima program ini untuk diterapkan. Program tersebut baru sampai kepada tahapan sosialisasi yang dilakukan dari bulan Februari 2023. Tetapi dalam perkembangannya, hingga saat ini belum ada kebijakan, instruksi ataupun rekomendasi dari Kemenkes RI terkait penerapan metode wolbachia untuk menanggulangi penyakit DB yang setiap tahunnya terjadi. Terutama pada masa peralihan musim.
“Yang jelas, agar ini tidak menjadi keresahan publik , secepatnya saya sampaikan kebijakan yang diambil kepada masyarakat bahwa Pemkab Buleleng tidak mau menerapkan metode wolbachia sebelum adanya kebijakan dari pemerintah pusat, Hingga saat ini pun tidak ada telur atau nyamuk wolbachia masuk ke Kabupaten Buleleng,” jelasnya.
Dirinya pun menginstruksikan kepada seluruh pemerintah desa dan petugas untuk tidak melaksanakan metode nyamuk wolbachia di lingkup Kabupaten Buleleng. Instruksi ini diperlukan mengingat pada saat sosialisasi melibatkan seluruh kepala desa dan petugas-petugas kesehatan. Ini berarti Pemkab Buleleng memiliki kewajiban untuk melindungi masyarakatnya.
“Paling tidak kita langsung menjawab dengan keterangan pers ini, keresahan-keresahan yang berkembang di masyarakat,” ucap Lihadnyana tegas.
Lihadnyana juga tidak memungkiri bahwa setiap tahun terjadi kasus DB. Namun, program-program promotif dan preventif secara berkesinambungan telah dilakukan di Buleleng seperti program 3M. Setelah itu, secara berkala dan masif mengoptimalkan petugas-petugas jumantik dan memaksimalkan kerja dari puskesmas serta petugas kesehatan.
“Termasuk membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan menjaga kebersihan,” imbuh Pj Bupati yang juga Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Provinsi Bali ini.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Buleleng I Gede Artamawan menyebutkan bahwa dalam tahap sosialisasi tidak ada pendampingan dari Kemenkes RI. Hanya pihak dari World Mosquito Program (WMP) yang memberikan sosialisasi. Dalam tahap itu, WMP berencana menjadikan Kabupaten Buleleng dan Kota Denpasar sebagai percontohan. Dalam rencana tersebut juga akan diterapkan di 55 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Buleleng.
“Namun, dari bulan Februari 2023 hingga saat ini tidak ada kebijakan ataupun rekomendasi dari Kemenkes RI mengenai penanggulangan DB menggunakan metode wolbachia,” sebutnya.
Dalam rentang waktu 2020 hingga 2023 terjadi penurunan signifikan dalam kasus DB di Buleleng. Pada tahun 2020 terjadi 3.502 kasus. Kemudian, pada tahun 2021 turun menjadi 1.152 kasus. Pada tahun 2022, turun lagi menjadi 865 kasus dan hingga Oktober 2023 terjadi 720 kasus. “Mudah-mudahan tidak terjadi penambahan kasus lagi,” tutup Artamawan. ( ika )