Perupa Djaja Tjandara Kirana memamerkan 19 karya seni rupa yang mengusung konten akulturasi budaya lintas bangsa dalam pameran tunggal yang bertajuk, “Culture in Colours”. Pameran dilaksanakan di Santrian Gallery, Sanur, Denpasar, mulai 28 Juni-9 Agustus 2019.
Pameran Djaja Tjandra Kirana kali ini merupakan kelanjutan dari pertanyaan yang sering muncul dibenaknya, kenapa di usia semakin tua semangat untuk menciptakan karya seni justru semakin menggelora.
“Tak ada yang bisa saya yakini atas sejunlah jawaban yang menghampiri. Ditengah suasana seperti itu, ketulusan sikap dan keikhlasan mengikuti jejak pikiran untuk berkarya adalah jawaban sementara yang boleh saya yakini,” ungka Djaja, saat keterangan persnya kepada awak media, Rabu (26/6), di Santrian Gallery, Sanur, Denpasar.
Menurut Djaja, wacana kesenian akan bermuara pada karya visual. Melalui karya, seseorang bisa digugat, disanjung dan dipuji sebagai sebuah pencapaian. Meski demikian, Ia tak terlalu hirau dengan sesuatu yang terjadi setelah karya terselesaikam. Biasanya itu hanya menjadi refleksi visual untuk menggugah proses penyempurnaan karya berikutnya.
“Bagi daya lebih penting mengemban ketulusan hati dan meneguhkan sikap serta semangat untuk terus berkarya,” imbuhnya.
Djaja Tjandara Kirana lahir di Denpasar, 29 Juni 1944. Awalnha belajar melukis sendiri sejak masih di sekolah dasar. Pada tahun 1963, memulai karir sebagai fotografer sambil tetap menikmati kegiatan melukis. Sejak 1985, Ia menunjukkan eksistensinga di bidang seni lukis dan menjadi anggota sejumlah komunitas perupa. Ia sangat mensyukuri perjalanan kehidupan memasuki usia 74 tahun pada 29 Juni 2019 dan menyiapkan karya untuk pameran ini. Dalam pameran tunggal yang ke-8 ini, Djaja masih setia pada keagungan budaya tanah air yang dikembangkan menjadi kebudayaan lintas bangsa. “Culture in Colours” akan menjadi peringatan sederhana tentang kemuliaan usia manusia untuk memaknai doa dan kesetiaan bagi siapa saja yang hadir dalam pameran ini.
“Semoga pameran ini mampu membetikan narasi visual yang mencerahkan dalam melengkapi wawasan kebudayaan yang tak terpisahkan dalam berkesenian,” ujarnya.
Menurut budayawan Dr. Jean Couteau melalui esai dalam katalog pameran, mengungkapkan kejelian Djaja menangkap bauran budaya dari tanah leluhurnya, Cina dan Bali. Misalnya dalam lukidan yang menggambarkan perjumpaan barong Bali dengan barongsai Cina dengan mural latar belakang yang menampilkan penari wanita Bali dengan gaya Kamasan. (red)