Setelah mangga dilepas perdana ke Rusia oleh Menteri Pertanian, kini giliran salak gula pasir khas dari pulau Dewata yang terus jajaki pasar ekspor diantaranya Kamboja, Dubai, Vietnam dan China.
Pasca dilepas perdana Gubernur Bali di Pelabuhan Benoa pada Maret 2019, Selasa (20/8) Kepala Badan Karantina Pertanian Ir. Ali Jamil, MP., Ph.D., kembali melepas ekspor 773 kg salak gula pasir dari Bali ke Kamboja.
Salak gula pasir atau dalam bahasa latinnya Salacca edulis ini berasal dari petani di Kabupaten Tabanan yang dikelola dengan sistem kemitraan oleh pelaku usaha agribisnis, PT. Serena Sejahtera. Eksportir salak Mulianta, yang juga hadir dalam acara tersebut menyatakan hasil sortiran dari panen petani makin meningkat, sebelumnya dari hasil panen hanya 40% yang bisa diekspor kini meningkat menjadi 70%. Hal tersebut karena petani mulai memperbaiki budidayanya sehingga hasilnya sesuai dengan permintaan pasar.
Menurut Jamil, Kementerian Pertanian lakukan upaya dan terobosan dalam meningkatkan kesejahteraan petani dengan mendorong peningkatan ekspor komoditas pertanian. “Jadi harapannya, margin keuntungan dari ekspor ini bisa dibagi juga ke petani, syukur-syukur ini bisa kita tingkatkan lagi dengan diolah, menambah negara tujuan dan ragam komoditas,” ungkap Jamil di area PT Angkasa Pura Logistik Cabang Bali.
Selain salak gula pasir, pada saat yang sama Kepala Barantan yang didampingi Kepala Karantina Pertanian Denpasar, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bali, instansi terkait di Bandara Internasional Ngurah Rai juga melepas 2,5 ton perdana kakao organik tujuan Belgia dan kepompong tujuan Singapura. Total nilai ekonomi pelepasan ekspor hari ini adalah Rp. 1,7 Milyar.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar, I Putu Terunanegara, menambahkan ekspor dari wilayah kerjanya mencakup berbagai komoditas diantaranya anak ayam umur sehari (DOC), walet, mangga, manggis, paprika, handicraft asal batok kelapa, jerami, vanilla, daun bawang dan enceng gondok. Adapun negara tujuan ekspornya ke Eropa, Amerika, Rusia, Australia, Swiss dan Timor Leste.
“Sebagai fasilitator perdagangan komoditas pertanian, Barantan juga melakukan terobosan dan inovasi layanan. Dengan tugas utama memperkuat sistem perkarantinaan guna menjamin pelestarian sumber daya alam hayati, juga lakukan percepatan layanan ekspor,” ujar I Putu Terunanegara.
Digitalisasi layanan tidak hanya untuk mempercepat namun juga menyiapkan model dan solusi layanan. Aplikasi peta potensi komoditasi pertanian, IMACE diserahkan kepada pemda dengan harapan dijadikan model dalam membuat kebijakan pengembangan pertanian berbasis kawasan dan orientasi ekspor. Juga kerjasama sertifikasi online, e-Cert yang diterapkan kepada negara mitra dagang. Harapannya menjadi solusi bagi jaminan diterimanya komoditas pertanian oleh negara mitra dagang.
“Sudah menjadi instruksi Pak Mentan, untuk memperluas kerjasama sertifikat online. Ini akan jadi fokus kami mendorong ekspor,” tutup Jamil. (red)