Rapimnas HIMKI, Desak Pemerintah Hapus SVLK

Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas), di Kuta, Badung, Kamis (25/7). Rapimnas bertujuan melakukan penguatan dan pengembangan industri mebel dan kerajinan nasional yang meliputi keberlangsungan suplai bahan baku dan penunjang, desain dan inovasi produk, peningkatan kemampuan produksi, pengembangan SDM, promosi dan pemasaran, serta pengembangan kelembagaan sehingga dapat memberikan kontribusi nyata bagi industri mebel dan kerajinan nasional.

Dengan mengusung tema, “Meningkatkan Daya Saing Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia dengan Memperbaiki Regulasi yang Menghambat Pertumbuhan Industri Nasional”, rapimnas membahas berbagai permasalahan dan penghambat daya saing industri mebel dan kerajinan nasional, beserta solusi pemecahannya.

Masih adanya kebijakan kontradiktif, membuat industri mebel dan kerajinan Indonesia menjadi kurang berkembang. Kebijakan itu adalah sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK). Hal ini membuat harga bahan baku bagi industri kayu jadi tak kompetitif dibanding pesaingnya seperti Malaysia dan Vietnam. Karena untuk mengurus SVLK dan beberapa ijin pendukungnya, membutuhkan biaya yang sangat besar.

“Kami di kalangan pengusaha yang bergerak di sektor industri mebel dan kerajinan yang tergabung di HIMKI mendesak pemerintah menghapus SVLK,” pinta Ketua Umum HIMKI Cirebon Ir. Soenoto didampingi Sekjen HIMKI Bandung Abdul Sobur, disela rapimnas.

Selain persoalan SVLK itu, dalam rapimnas ini juga dibahas permasalahan adanya pihak-pihak yang menginginkan dibukanya ekspor log dengan beragam alasan.

“Mereka menginginkan ekspor log karena menganggap lebih praktis dan menguntungkan dengan mengekspor bahan baku ketimbang ekspor barang jadi berupa mebel dan kerajinan,” ungkap Soenoto.

Padahal menurutnya, jika mengacu kepada matrik pengembangan industri mebel dan kerajinan nasional mengenai pengamanan bahan baku sebagai jaminan penunjang utama terjadinya pertumbuhan industri yang digagas HIMKI, maka dengan rencana membuka kran ekspor log harus dicegah karena bahan baku tersebut pada akhirnya akan diekspor habis-habisan seperti yang terjadi beberapa tahun lalu terhadap bahan baku rotan.

“Ekspor bahan baku sangat bertentangan dengan program hilirisasi yang telah dicanangkan pemerintah,” tegasnya.

Sementara itu, Rapimnas HIMKI sangat penting dilaksanakan mengingat industri mebel dan kerajinan nasional merupakan bantakan ekonomi yang kuat pada saat krisis ekonomi dan menjadi jalan keluar negara dalam penyerapan tenaga kerja. HIMKI optimis industri ini akan terus bertumbuh. Dengan potensi sumber daya alam dan SDM yang bisa dikelola dengan baik, Indonesia bisa menjadi leader untuk industri mebel dan kerajinan di kawasan Regional ASEAN.

“Dengan ketersediaan bahan baku hasil hutan yang melimpah, sumber daya manusia yang terampil dalam jumlah yang besar, industri ini mestinya menjadi industri yang tangguh,” tutup Ir. Soenoto. (red)