“Sasar 20 KK di Empat Kecamatan”
Peradah Bangli. Merayakan Hari Suci Galungan dan Kuningan yang jatuh pada Rabu (26/12/18) dan Sabtu (5/1/19), Dewan Pimpinan Kabupaten Perhimpunan Pemuda Hindu (DPK Peradah) Indonesia Bangli memfasilitasi umat sedharma dan masyarakat umum untuk bersama-sama “ngejot” pada krama Bangli yang membutuhkan. Aksi sosial ini menyasar 20 KK yang tersebar di empat kecamatan di Kabupaten Bangli.
Ketua Panitia “Peradah Ngejot”, I Putu Rusmadi, disela-sela kegiatan mengatakan, kegiatan ini sejatinya merupakan program bersama antara Dewan Pimpinan Provinsi Peradah Indonesia Bali dengan DPK Peradah Indonesia se-Bali.
“Idenya berawal dari diskusi bersama DPP Peradah Indonesia Bali, kemudian kami garap secara sederhana, ditujukan kepada krama Bangli, karena lingkup kerja kami di Kabupaten Bangli,” kata pemuda kelahiran 1994 ini.
Ketua Bidang Kewirausahaan DPK Peradah Indonesia Bangli ini menegaskan, dalam program tersebut pihaknya hanya bertindak sebagai fasilitator, sementara pelaku sesungguhnya adalah para donatur yang datang dari berbagai kalangan. “Kami melakukan penggalangan donasi melalui media sosial sejak seminggu lalu, dan antusias masyarakat ternyata sangat besar. Donasi terus mengalir dari tokoh-tokoh dan masyarakat umum, bahkan yang berasal dari luar Bali, hingga Jumat (14/12) malam terus mengalir. Ini membuktikan kepekaan sosial umat memang sangat bagus,” ungkapnya sembari mengucapkan terimakasih atas partisipasi para donatur.
Selain itu, pihaknya juga telah berkomunikasi dengan Pemerintah Kabupaten Bangli, yang juga disambut dengan sangat baik. Namun, rencananya, donasi baru akan didistribusikan berdekatan pada Hari Raya Galungan bersama-sama beberapa OPD di lingkungan Pemkab Bangli.
“Sebagai bentuk edukasi ke sasaran, donasi, ‘jotan’ juga kami lengkapi dengan tulisan kecil terkait esensi Galungan dan Kuningan, sehingga ada nilai edukasinya, bukan hanya menerima jotan,” tandasnya.
Ketua DPK Peradah Indonesia Bangli, I Ketut Eriadi Ariana, menambahkan, “Peradah Ngejot” merupakan bentuk revitalisasi terhadap kearifan lokal “ngejot” yang selama ini eksis di Bali. Tradisi “ngejot” (memberikan sesuatu pada orang lain saat memiliki hajatan tertentu) dinilai memiliki sejumlah kearifan yang semestinya diteladani, salah satunya adalah nilai solidaritas dan pluralitas. Sebab, fakta di lapangan menunjukkan, “ngejot” tidak saja terbatas pada membagi sesuatu antar krama banjar atau krama desa, tapi juga antar wangsa, bahkan antar umat beragama.
“Melalui aksi ini kita juga ingin menegaskan dan semoga memberi penyadaran, bahwa beragama bukan sekadar menyembah kepada Tuhan dalam bentuk ritus atau japa. Memuliakan manusia, memuliakan alam justru menjadi sangat penting. Namun, mirisnya ini seringkali dikesampingkan,” ucap alumnus Sastra Jawa Kuno Universitas Udayana ini.
Fenomena kini, lanjutnya, orang-orang rela jor-joran melakoni ritual, namun menutup mata pada kondisi tetangganya yang tengah kesulitan finansial atau kondisi alam yang kian memburuk. Bisa ke pura dengan pakaian serba mewah, tapi “membawa dan buang sampah” di pura. Melakoni tawur dan caru, namun mencemari sungai, danau, atau menebang hutan.
“Hal ini salah satu bentuk kegelisahan kami, dan jalan satu-satunya yang dapat ditempuh adalah membenahi diri bersama-sama, mengkoreksi diri bersama, disamping peningkatan pemahaman tatwa warisan leluhur,” tambahnya.
Melalui aksi tersebut, pemuda kelahiran Batur, Kintamani ini pun berharap dapat memantik aksi-aksi sejenis di segala bidang. “Nanti semoga kita bisa terus gerakkan secara berkesinambungan, tentu dengan dukungan semua elemen masyarakat. Sebab, kami pemuda sifatnya hanya sebagai fasilitator, hanya punya semangat, ide, dan idealisme,” pungkas Eriadi. (Infokom DPK Peradah Indonesia Bangli)