Denpasar (Penabali.com) – Semangat para lansia terlihat saat mebarung di Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV Tahun 2022.
Rekasadana (Pergelaran) Gong Kebyar Lansia antara Sekeha Gong Lansia Werdha Santhi, Desa Adat Pedungan, Kecamatan, Denpasar Selatan, Duta Kota Denpasar bersama Alumni Manggala Sani Universitas Warmadewa Denpasar di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Selasa (5/7/2022), ibarat memberikan semangat baru ketika mendapat kesempatan tampil kembali dihadapan publik.
Sekeha Gong Lansia Werdha Santhi, Desa Adat Pedungan, membawakan beberapa karya seperti Tabuh Telu Gesuri, Tari Gabor, dan Sendratari Raja Pala. Sedangkan Alumni Manggala Sani Universitas Warmadewa Denpasar menampilkan antara lain Tabuh Windu Segara, Tari Palawakya dan Tari Garuda Wisnu. Kedua sekeha tampak energik dalam posisinya masing-masing selama menabuh. Usia tak jadi halangan untuk tampil maksimal. Usai penampilan berjalan sukses, kedua sekeha pun tersenyum lega.
Made Sumita, Koordinator sekaligus Ketua Sekaa Gong Lansia Werdha Santhi, Desa Adat Pedungan sangat bersyukur pementasan para lansia berjalan lancar. Diakui, ini adalah pertama kalinya sekeha gong yang dipimpinnya tampil dihadapan publik setelah terbentuk empat tahun lalu.
Biasanya, Sekeha Gong Lansia Werdha Santhi ini aktif ngayah-ngayah untuk pujawali yang ada di Desa Adat Pedungan.
“Kami di Desa Adat Pedungan terdiri dari 14 banjar. Jadi setiap banjar terwakili dalam sekeha ini. Di awal pembentukan, sekeha gong ini bertujuan untuk ngayah. Setiap piodalan pasti Sekeha Gong Lansia yang dilibatkan. Nah, untuk tampil di PKB ini sebetulnya sudah ditunjuk untuk tampil tahun 2020. Tapi karena Civid-19, akhirnya ditunjuk kembali tahun ini,” paparnya.
Sumita mengakui, untuk tampil di PKB memerlukan proses latihan yang cukup panjang. Lantaran menemui beberapa kendala, seperti kemampuan para penabuh dalam menangkap karya yang baru. Bahkan untuk tampil maksimal, pihaknya secara rutin mengadakan latihan, agar para penabuh tidak cepat lupa dengan garapan yang akan ditampilkan.
“Dalam menerima tabuh baru memang ada kendala-kendalanya. Niat belajar ada, tapi pikiran sudah pikun, tangan sudah gemetar. Makanya ini memerlukan proses latihan yang panjang. Ini saja kita memerlukan waktu latihan selama 4 bulan. Rutin latihan dan tidak berani ngasi libur. Dalam satu minggu, liburnya paling banyak dua hari. Karena kalau kami kasi libur terlalu panjang, besoknya pasti akan lupa,” cetusnya.
Pun soal mental juga diperhitungkan oleh Sumadi. Untuk menguatkan mental para penabuh, kata Sumadi, dalam setiap latihan pihaknya selalu mengundang tokoh masyarakat maupun pejabat untuk menyaksikan.
“Pasti akan grogi karena ditonton publik. Untuk menguatkan mental, sewaktu pembinaan semua tokoh dan pejabat kami undang untuk memfungsikan mental mereka agar kuat,” katanya.
Sementara itu, koordinator Alumni Manggala Sani Universitas Warmadewa, I Wayan Sudana, mengungkapkan Manggala Sani sebagai sebuah sanggar yang dimiliki Warmadewa sempat berjaya pada tahun 1998. Setelah sekian lama, terpikir kapan akan mengadakan reuni, dan ketika diberikan kesempatan tampil di PKB 2022, Sudana merasakan emosional dan semangat para penabuh yang begitu antusias. Sudana pun menganggap penampilan di PKB tahun ini adalah ajang mempererat persaudaraan di antara alumni.
“Teman-teman semua merasa happy. Semua dikerjakan bersama-sama karena misi kita adalah ngayah. Bahkan ketika latihan itu banyak teman-teman secara swadaya menyediakan konsumsi dan hal sederhana lainnya. Jadi hubungan kita sangat erat di perkumpulan alumni ini. Satu rasa, nafasnya sama,” terangnya.
Sudana menambahkan, penampilan di PKB ini mereka tidak mengejar materi. Namun output yang mereka dapatkan adalah kebahagiaan secara rohani. Singkatnya, dengan tampil berkesenian mereka mendapatkan asupan vitamin untuk jiwa mereka.
“Intinya membangun sebuah kebahagiaan dan menjalin silaturahmi,” paparnya.
Disinggung mengenai proses kreatif, Sudana menerangkan untuk momentum tampil di PKB tahun ini mereka sempat latihan efektif selama lima kali. Karena materi yang sudah pernah ditampilkan saat tahun 1998 itu tinggal dimodifikasi beberapa saja. Selama proses latihan diakui memang ada faktor kemampuan tubuh yang berkurang seiring bertambahnya usia. Meski demikian, itu tak jadi halangan.
“Memang karena faktor usia, kemampuan tangan berkurang. Namun dengan semangat kita melestarikan seni ini, justru akan bisa menambah output untuk memelihara kesehatan,” tutupnya. (rls)