Singaraja (Penabali.com) – Edukasi dan sosialisasi mengenai HIV/AIDS terus dimasifkan. Upaya itu untuk mencegah penularan khususnya di wilayah yang masyarakatnya heterogen seperti Kecamatan Buleleng.
“Selain penanganan Covid-19, kita juga terus melakukan edukasi dan sosialisasi secara masif mengenai HIV/AIDS untuk mencegah penularan,” ujar Ketua Harian Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang juga Wakil Bupati Buleleng, dr. I Nyoman Sutjidra saat ditemui usai menyerahkan bantuan sembako secara simbolis kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA), bertempat di Puskesmas Sukasada I, Puskesmas Buleleng I dan Puskesmas Buleleng II, Kamis (9/9/2021). Total ada 87 paket sembako yang diserahkan kepada ODHA di tiga puskesma tersebut.
dr. Sutjidra menjelaskan, selain edukasi dan sosialisasi, pendampingan juga perlu dilakukan terhadap ODHA. Pemerintah dan KPA akan terus menyemangati ODHA agar tetap semangat dan hidup sebagaimana biasa. Namun, tetap mengikuti rambu-rambu yang memang sudah dipahami oleh ODHA. Seperti membatasi pemakaian jarum suntik dan menghindari transfusi darah.
“Itu yang kita sudah sering sosialisasikan dengan pendamping sehingga betul-betul ODHA kami awasi,” jelasnya.
Edukasi dan sosialisasi juga terus dilakukan secara masif di wilayah yang padat penduduk dan heterogen. Kecamatan Buleleng menjadi wilayah yang memang penduduknya sangat padat dan sangat heterogen.
Ada pendatang juga yang tinggal di kecamatan ini. Generasi muda juga diedukasi mengenai pencegahan penularan HIV/AIDS. Dikarenakan generasi muda sangat tidak mengerti dengan HIV/AIDS ini sehingga edukasi yang masif wajib dilakukan.
“Sampai saat ini ODHA di Kecamatan Buleleng tercatat sekitar 140 orang,” ucap dr. Sutjidra.
Lebih lanjut, dr. Sutjidra mengatakan bahwa jargon ABCDE digunakan dalam pencegahan penularan HIV/AIDS. Yaitu: A adalah Abstinace atau menghindari kontak seksual dan tidak melakukan hubungan seksual yang berisiko. B atau Be Faithfull yaitu tetap setia dengan satu pasangan. Tidak gonti-ganti pasangan. Lalu, C yaitu penggunaan alat kontrasepsi jika melakukan hubungan seksual yang berisiko dan menghindari transmisi HIV/AIDS. D atau Don’t Use Drug / Don’t Injection yaitu tidak menggunakan obat-obatan terlarang dan menggunakan jarum suntik secara bergantian.
“Terakhir E atau education yaitu edukasi yang secara terus menerus dan masif dilakukan,” sambungnya.
dr. Sutjidra menambahkan ketersediaan obat Antiretroviral (ARV) masih sangat mencukupi sampai saat ini. Ketersediaannya pun didistribusikan di puskesmas-puskesmas. Seperti di Puskesmas Sawan, Puskesmas Sukasada I, Puskesmas Buleleng I dan Puskesmas Buleleng II. Hal tersebut dilakukan agar para ODHA tidak terlalu jauh untuk memperoleh ARV.
“Dan utamanya tidak terputus konsumsi obatnya. Ini yang paling penting agar daya tahan tubuhnya meningkat dan tetap baik untuk bisa bekerja menghidupi keluarganya,” pungkasnya. (rls)