Categories Ekonomi & Bisnis

Serukan Perilaku Ekonomi Hijau, Supadma Rudana: Stop Perilaku Ekonomi Berbasis Eksploitasi

Jakarta (Penabali.com) – Perubahan iklim menjadi perhatian serius Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana. Ia mengatakan, saat ini dunia sedang menyaksikan efek dari perubahan iklim. Gelombang panas, kebakaran hutan hingga kekeringan berkepanjangan diantara konsekuensi lain dari perubahan iklim.

Hal ini telah menjadi salah satu pendorong utama rusak dan hilangnya keanekaragaman hayati, serta membahayakan lingkungan masyarakat.

“Untuk tujuan ini, mengubah perilaku ekonomi kita dari ekonomi berbasis eksploitasi menuju ekonomi hijau berkelanjutan bisa menjadi strategi yang patut diperjuangkan,” ujar Supadma Rudana pada Sidang Utama Tahunan Forum Parlemen Asia-Pasifik ke-30 (APPF) di Bangkok Thailand, Selasa (1/11/2022).

Supadma menilai hal ini memberikan strategi penting untuk mengendalikan dampak perubahan iklim serta melindungi keanekaragaman hayati, dan pada saat yang sama membuka peluang bagi pengembangan sosial dan ekonomi.

Karena, kata Anggota DPR RI Komisi VI ini, Organisasi Buruh Internasional atau International Labor Organization (ILO) memperkirakan bahwa pendekatan ekonomi hijau dapat menghasilkan 24 juta lapangan pekerjaan baru di seluruh dunia pada 2030.

“Penelitian terkini menunjukkan bahwa transisi menuju ekonomi hijau dapat menghasilkan keuntungan ekonomi sebesar 26 triliun USD pada 2030, jauh lebih besar jika dibandingkan dengan skenario bisnis seperti biasa,” ungkap anggota Fraksi Partai Demokrat ini.

Oleh karena itu, Supadma sebagai anggota parlemen harus berada di garis depan untuk terus mengarusutamakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sambil terus memastikan tidak adanya trade-off antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan.

Maka dari itu, politisi asal Desa Peliatan, Ubud, Gianyar ini menyebut dukungan dan kerjasama antar negara di kawasan Asia Pasifik tentu sangat krusial. Sehingga, diperlukan kerja sama untuk memperkuat di berbagai bidang terutama keuangan, investasi, alih teknologi dan peningkatan kapasitas untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau.

“Kita semua sadar bahwa tidak ada negara yang dapat mengupayakan keanekaragaman hayati dan transisi ekonomi hijau dengan kekuatan sendiri, tanpa bantuan negara lain. Kami menyadari pentingnya pendanaan yang memadai. Oleh karena itu, berbagai skema pembiayaan seperti Green Sukuk yaitu obligasi syariah yang berkontribusi pada proyek-proyek pelestarian lingkungan telah dijalankan,” ucapnya.

Disamping itu, pemilik museum tersohor, Museum Rudana ini, mengatakan Indonesia baru saja mengeluarkan dokumen Enhanced NDC (ENDC). Dalam dokumen tersebut, Indonesia telah meningkatkan pengurangan emisi karbon dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan kapasitas sendiri dan dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan dukungan internasional.

“Target ini selanjutnya dapat mempercepat upaya menuju pencapaian net-zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat,” jelas Supadma ang juga menjadi Chair pada Grup Sub-Regional Asia Tenggara pada pertemuan APPF ke-30 di Bangkok, Thailand.

Untuk itu, Supadma membeberkan berbagai pengalaman beberapa progres Indonesia. Pertama, kata dia, Indonesia telah berusaha mempercepat penggunaan kendaraan listrik serta penambahan pembangunan stasiun pengisian baterei kendaraan listrik.

Lalu, Indonesia berkomitmen menerapkan Net-Sink Forestry and Other Land Uses (FOLU-Net sink) pada 2030, yaitu kondisi dimana tingkat penyerapan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan akan sama atau lebih tinggi dari tingkat emisi yang dikeluarkan.

Kemudian, Supadma mengatakan Indonesia juga menargetkan untuk menyelesaikan uji coba B40 pada Desember 2022 yaitu berupa campuran 40 persen biodiesel berbasis minyak sawit dan 60 persen solar yang merupakan program upgrade dari B30 yang telah diterapkan di dalam negeri RI.

“Sebagai negara dengan salah satu kawasan mangrove terbesar di dunia, Indonesia telah memulai rehabilitasi hutan mangrove untuk memulihkan 600.000 hektar lahan mangrove hingga tahun 2024,” pungkas Ketua Desk Kerjasama Regional BKSAP ini. (rls)