Setuju Penyesuaian PP 42/2018, DPRD Bali: “Mesti dikonsultasikan dahulu karena rawan jadi temuan”

Penabali.com – DPRD Bali menggelar Rapat Paripurna ke-5 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021, bertempat di Ruang Sidang Utama DPRD Bali, Senin (19/04/2021).

Rapat paripurna kali ini, mengagendakan tanggapan fraksi-fraksi dewan terhadap pendapat Gubernur Bali terkait Raperda Inisiatif Dewan tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Usaha.

Sidang paripurna yang digelar secara virtual dan offline itu dipimpin Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama, dihadiri Wakil Gubernur Bali Tjok Oka Artha Ardana Sukawati, Sekda Bali Dewa Made Indra, Anggota DPRD Bali, dan pimpinan OPD Pemprov Bali.

Dalam rapat paripurna ini, tanggapan fraksi-fraksi dewan disampaikan Anggota DPRD Bali A.A. Ngurah Adhi Ardana, S.T. Dalam tanggapannya, Koordinator Pembahas Raperda tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha ini mengatakan terkait masukan mengenai perlu ditinjaunya tarif retribusi pemakaian kekayaan daerah untuk uraian pekerjaan pengujian di UPTD Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja pada Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali, untuk menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2018 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Ketenagakerjaan, maka fraksi-fraksi di dewan menanggapi setuju penyesuaian dengan PP tersebut.

Bahkan dalam rapat kerja yang dilakukan, muncul usulan berdasarkan pengalaman di lapangan dari Hiperkes (Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja) agar biaya akomodasi, transportasi dan konsumsi juga diatur dalam Perda ini, jika pengujian dilakukan jauh di luar daerah dan mesti menginap.

Adhi Ardana, mengungkapkan, sebelumnya biaya dibebankan pada pengusul atau pemohon uji, dengan dasar Nota Dinas dari Sekda saat itu. Sekarang, diusulkan cukup dimuat dalam penjelasan Raperdanya saja mengenai hal ini. Namun Biro Hukum berpendapat masukan saja ke dalam batang tubuh Raperda, karena itu merupakan real cost.

“Mengenai hal ini tentu kami secara prinsip sependapat, namun mesti dikonsultasikan dahulu penormaannya dalam Perda ini, agar tidak bertentangan dengan paraturan di atasnya. Karena kekeliruan dalam penentuan atau pengenaan tarif atas biaya uji semacam ini, tentu rawan jadi temuan saat pemeriksaan, kalau tidak bersesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.

Ia melanjutkan, terkait masukan Gubernur Bali mengenai perlu dipertimbangkan potensi baru penjualan hasil pembuatan simplisia, serbuk tanaman obat dan bahan baku kosmetika herbal serta pembuatan ekstrak bahan alam, yang dilaksanakan oleh UPTD Laboratorium dan Pengujian Obat Tradisional pada Dinas Kesehatan Provinsi Bali dalam upaya meningkatkan PAD, fraksi-fraksi di DPRD Bali menanggapi bahwa dalam Raker yang dilakukan dengan Dinkes pun hal ini sudah terungkap, bahkan dipertanyakan apakah perlu membuat seluruh jenis simplisia yang mungkin dibuat dengan rincian yang mendetail, atau cukup secara umum saja.

Karena pada dasarnya permintaan dan kebutuhan pasar mengenai pembuatan simplisia ini, begitu dinamis dan berkembangnya amat cepat. Demikian juga atas jasa pengeringan yang mampu dilakukan oleh peralatan yang dimiliki Dinkes, maka ada banyak tawaran dari pihak yang semula hanya mau menguji, menjadi mohon dibantu berproduksi dan mereka yang nanti memasarkannya.

“Tentu saja kami sepakat, bahwa hal ini adalah potensi yang bisa dikembangkan. Namun tetap harus diperhatikan azas keadilan, agar tidak menyebabkan terjadi praktik-praktik monopoli bagi pelaku usaha, ataupun sangat protektif bagi pihak pemerintah penyedia jasa. Lebih lanjut, berkembang dari hanya tarif uji, menjadi produksi dan bahkan ‘penjualan hasil’ sebagaimana masukan Gubernur Bali, apakah tidak lebih baik diatur dalam perda untuk dilakukan oleh Perusda, atau BUMD. Tampaknya hal ini perlu kami konsultasikan terlebih dahulu, agar terjadi harmonisasi dan sinkronisasi dalam pengaturannya,” ulas Adhi Ardana.

Kemudian terkait masukan mengenai perlu ditinjau kembali Biaya Tarif Retribusi Pengujian Parameter Kualitas Lingkungan pada UPTD Laboratorium Lingkungan Hidup pada Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, dalam upaya peningkatan pelayanan dan penyiapan fasilitas obyek retribusi, Adhi Ardana menerangkan tanggapan fraksi-fraksi dewan bahwa peninjauan kembali biaya tarif retribusi pengujian parameter tentu secara berkala memang harus dilakukan, bukan hanya di UPTD Laboratorium Lingkungan Hidup pada DKLH tetapi juga di Dinas Perikanan dan Kelautan.

Tarif retribusi pengujiannya bahkan diusulkan diturunkan, karena kompetitor yang sama, misalnya Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur memasang tarif yang jauh lebih murah yang berakibat konsumen beralih ke sana. Disampaikan juga bahwa peralatan uji di laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan yang dulu berstandar internasional, justru sekarang kondisinya sudah tidak memadai lagi, akibat kurangnya peremajaan, penyusutan peralatan, dan keterbatasan ketersediaan anggaran untuk itu.

“Tiga hal yang menjadi atensi kami dalam hal ini adalah peremajaan alat uji, peninjauan kembali biaya tarif dan penyiapan anggaran untuk kedua hal tadi,” ungkapnya.

Masukan mengenai struktur dan besarnya tarif Retribusi Pelayanan Kesehatan, yang sebelumnya diatur dalam Perda Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2011 tentang Jasa Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2017 dapat dialihkan ke dalam Raperda Provinsi Bali tentang Perubahan Ketiga Atas Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, Pengalihan Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pelayanan Kesehatan berdasarkan Keputusan Mendagri Nomor 974-4626 Tahun 2020 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum. Pengalihan Struktur dan besaran tarif dimaksud, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan telah mendapat pembahasan oleh Bagian Perundang-undangan Dirjen Bina Keuangan Daerah bersama Biro Hukum Sekretariat Jenderal dan Staf Khusus Kementerian Dalam Negeri, fraksi-fraksi dewan memberi tanggapan karena hal ini sudah menyangkut Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi yang didasarkan pada peraturan yang berlaku, disetujui dewan, dan akan melakukan sinkronisasi dan harmonisasi mengenai hal tersebut, bertimbang baik-buruknya bersama mitra kerja dan konsultasi dengan kementerian terkait.

“Jadi simpulannya, semua masukan Gubernur Bali tersebut akan kami bahas bersama-sama antara pihak eksekutif dan legislatif dalam rapat-rapat gabungan berikutnya,” ucap Adhi Ardana.

Pada kesempatan itu, Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini menyampaikan terima kasih atas apresiasi Gubernur Bali kepada DPRD Provinsi Bali, atas inisiatif dalam pengusulan Raperda ini, yang disampaikan dalam Rapat Paripurna tentang Pendapat Gubernur Bali terkait Raperda Inisiatif Dewan tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, pada Kamis (08/04/2021) yang lalu.

Adanya Perda ini memiliki makna yang sangat strategis dalam hal meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, adanya perubahan nomenklatur perangkat daerah, terdapat potensi baru mengenai retribusi jasa usaha yang belum diakomodir, dan diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kepada Gubernur Bali, Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah dan jajaran kami menyampaikan terima kasih dan selamat terus bekerja bersama-sama. Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Maha Esa senantiasa memberikan bimbingan dan restunya atas ikhtiar bersama ini, untuk bersama-sama mewujudkan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”, Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencan menuju Bali Era Baru,” tutupnya. (red)