Penabali.com – Rencana Pemprov Bali membangun kawasan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di eks galian C Gunaksa Kabupaten Klungkung, mendapat tanggapan dari Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Gde Sumarjaya Linggih.
Anggota Fraksi Partai Golkar ini menyatakan, memahami dan mengapresiasi gagasan Pemerintah Daerah Provinsi Bali yang akan membangun kawasan PKB sebagai upaya pemajuan dan penguatan kebudayaan Bali. Apalagi, kawasan PKB itu diklaim sebagai upaya untuk mengangkat martabat kebudayaan Bali sebagai Pusat Peradaban Dunia atau Padma Bhuwana sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
“Namun demikian, kita semua perlu menginterpretasikan kembali soal kebudayaan Bali. Kebudayaan di Bali ini kebudayaan yang hidup dalam masyarakat Bali dan tersebar di mana-mana di seluruh Bali. Oleh sebab itu, maka konsep pembangunan kebudayaan Bali itu haruslah menyebar dan merata di seluruh Bali, tidak terpusat,” ulas Sumarjaya Linggih di Denpasar, Selasa (30/03/2021).
Politisi Golkar yang lebih populer dipanggil Demer ini mengatakan, dalam hitung-hitungan anggaran kalau rencana pembangunan kawasan PKB itu dilakukan, maka pertama, akan memakan biaya yang tidak sedikit, Rp.2,5 Triliyun, yang diperoleh melalui dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Yang kedua, tentu saja akan menggerus keuangan baerah untuk biaya pemeliharaannya.
Oleh sebab itu, kata Demer, bahwa kebudayaan masyarakat Bali itu sebagai segala sesuatu yang hidup dan berkembang dalam perilaku kehidupan masyarakat Bali sehari-hari.
“Menurut saya, justru inilah yang harus dilestarikan. Bayangkan kalau dana sebesar 2,5 triliyun katakanlah dibagi menjadi 25 milyar per pusat-pusat kebudayaan Bali sekarang ini, maka terdapat 100 titik pusat-pusat kebudayaan masyarakat Bali yang bisa diperkuat melalui beragam program,” sebut Demer.
Ia memahami bahwa tujuan pembangunan Pusat Kebudayaan Bali yang direncanakan oleh Pemerintah Provinsi Bali adalah dalam rangka memperkuat dan menjaga kelestarian kebudayaan Bali. Namun demikian, Demer mengandaikan jika dana tersebut digunakan untuk memperkuat pusat-pusat kebudayaan yang sudah ada saat ini seperti misalnya Desa Panglipuran di Bangli, Desa Tenganan di Kabupaten Karangasem, Pura Besakih dan lain-lain, maka menurut Demer, kebudayaan masyarakat Bali yang menjadi bagian dari keseharian hidup masyarakat Bali akan semakin baik.
“Dan ini (pembangunan kawasan PKB, red) tidak perlu menggerus anggaran daerah untuk biaya pemeliharaan sebagaimana halnya kita membuat bangunan fisik pusat kebudayaan,” sebutnya.
Dengan memberikan suntikan dana kepada pusat-pusat kebudayaan yang hidup dalam masyarakat, maka dengan sendirinya akan dipelihara oleh masyarakat dengan sangat kuat. Titik-titik kebudayaan ini akan menjadi destinasi kebudayaan baru atau akan meningkatkan kunjungan wisatawan pada pusat-pusat kebuayaan yang sudah ada. Pemasukan dari kunjungan wisatawan ini, sebagian dapat dialokasikan sebagai biaya pemeliharaan.
“Saya berikan contoh konkret, misalnya Desa Panglipuran diberikan dana sebesar 25 milyar untuk memperbaikan infrastrukturnya. Dana tersebut misalnya digunakan untuk membangun jaringan listrik bawah tanah. Sehingga tak perlu lagi menggunakan kabel yang melintas di atas yang tampak tidak selaras dengan bangunan tradisional yang ada di sana. Kemudian dibangun saluran drainase yang bagus, saluran air bersihnya juga bagus. Dibuat pula toilet umum yang bagus yang serasi dengan corak bangunan tradisional yang ada di sana. Bisa juga dibuatkan semacam bangunan ruang transit tradisional sebagai tempat persinggahan sebelum maupun sesudah wisatawan melakukan perjalanan keliling kawasan desa. Termasuk memperbaiki fasilitas rumah-rumah penduduk agar layak dijadikan sebagai tempat menginap wisatawan,” beber Demer.
Ia menambahkan, dengan cara seperti itu, maka budayanya akan terjaga, kebersihan akan terjaga, kesehatan masyarakat akan terjaga dan tidak perlu lagi pemerintah daerah mengeluarkan biaya pemeliharaan setiap tahun. Karena budaya itu akan hidup dan bertahan akibat dampak dari kunjungan wisatawan. Demer mengatakan hal itu akan terus berkesinambungan secara alamiah. Adat dan budayanya akan terpelihara, sementara siklus ekonominya juga berjalan.
“Jadi, menurut pandangan saya seperti itu. Mudah-mudahan pandangan ini dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Dan tentunya, saya pun akan memberikan masukan kepada Pemerintah Pusat, termasuk memberikan masukan kepada Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Bapak Airlangga Hartarto,” katanya.
Demer juga menyebut, dengan mengalokasikan dana kepada pusat-pusat kebudayaan yang telah hidup di dalam masyarakat, maka akan terjadi pemerataan dalam upaya menghidupkan dan menguatkan titik-titik kebudayaan masyarakat Bali.
“Untuk memperkuat argumentasi saya, satu hal lagi saya berikan contoh. Untuk menjaga kelestarian budaya pertanian di Jatiluwih misalnya. Andaikan diberikan dana sebesar 25 milyar, maka masyarakat di sana bisa menggunakannya untuk terus menjaga kelestarian tanah sering, pertanian organik, subak dan lain-lain,” ucapnya.
Ia pun mengungkapkan, konsep suntikan dana terhadap pusat-pusat kebudayaan yang telah ada juga bisa dilakukan terhadap desa-desa yang memiliki kesenian menonjol berupa tari-tarian atau seni lainnya, yang juga dapat dikategorikan sebagai obyek penerima dana stimulan ini.
Dengan dana stimulan tersebut bisa digunakan untuk membangun berbagai fasilitas penunjang serta pemajuan kesenian yang ada di desa bersangkutan. Andaikan pun wisatawan ingin menyaksikan pertunjukan, maka dapat hadir secara langsung di tempat tersebut. Ini akan lebih bagus sebagai upaya pemerataan perkembangan kebudayaan sekaligus pemerataan ekonomi masyarakat Bali di bidang pariwisata.
“Mindsetnya adalah kebudayaan itu sesuatu yang hidup dalam masyarakat, bukan sesuatu yang dipajang dalam satu gedung untuk dipertontonkan. Suatu kebudayaan yang masih hidup dalam masyarakat harus dipertahankan, jangan dimuseumkan,” pungkasnya.
Akan lebih baik lagi di desa-desa atau tempat yang memiliki kebudayaan yang menonjol sebagai sasaran program penguatan kebudayaan, dibuatkan museum kecil.
“Katakanlah dana yang 25 milyar per titik seperti yang saya sampaikan di atas, 5 milyar dipakai untuk membuat museum. Jadi, orang yang berkunjung ke desa tersebut, selain menyaksikan berbagai pertunjukan dan menyaksikan kehidupan masyarakat sekitar, meraka dapat mampir di museum untuk mendapatkan gambaran sejarahnya seperti apa. Dengan konsep seperti ini, maka kebudayaan masyarakat Bali akan semakin kuat,” jelasnya.
Sebagai putra Bali yang cinta Bali dan kuat memegang teguh adat, agama, tradisi, seni, dan budaya, maka Demer meminta agar kebudayaan masyarakat Bali yang masih hidup dapat berjalan dengan alami. Ia berharap, Pemprov Bali dapat meninjau kembali rencana pembangunan kawasan PKB di eks Galian C Gunaksa, Klungkung.
“Tidak ada rencana yang sempurna. Meskipun sudah diputuskan, tidak ada salahnya untuk diperbaiki dengan dasar niat baik untuk memajukan kebudayaan Bali. Kecuali kitab suci, tak ada yang tak dapat direvisi,” tandasnya.
“Sekali lagi saya tegaskan, saya memahami dan mendukung upaya Pemerintah Provinsi Bali dalam upaya memajukan kebudayaan Bali. Akan tetapi, kita mesti mencari jalan yang terbaik. Yakni pendekatan yang tepat sasaran, efektif dan efisian. Kebudayaan terpelihara, ekonomi juga semakin kuat,” ujar politisi asal Desa Tajun, Buleleng ini. (red)