Denpasar (Penabali.com) – Dalam rangka memperingati Hari Arak Bali yang jatuh pada tanggal 29 Januari, berbagai pemerhati budaya, akademisi, dan artisan arak Bali berkumpul dalam bincang budaya bertajuk “Talkshow Bali Signature: Hari Arak Bali” di Level 21, Denpasar, Jumat (31/1/2025). Acara ini diselenggarakan oleh Koperasi Fermentasi Nusantara (Fermenusa) bersama Level 21 Bali, dengan tujuan membuka wawasan masyarakat terhadap potensi arak sebagai industri artisanal berbasis kearifan lokal yang memiliki daya saing global.
Hari Arak Bali diresmikan melalui Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 929/03-I/HK/2022 sebagai langkah strategis dalam melindungi dan memperkokoh pemberdayaan arak sebagai bagian dari warisan budaya lokal. Tidak hanya sebagai minuman fermentasi khas Bali, arak juga memiliki nilai ritual dan sosial yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Gubernur Bali terpilih periode 2025-2030, Wayan Koster, turut hadir membuka acara ini. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa Arak Bali bukan sekadar tradisi, tetapi juga aset ekonomi yang dapat dikembangkan melalui konsep wisata berbasis pengalaman (experience tourism). Dengan branding dan pemasaran yang tepat, Arak Bali diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap industri ekonomi kreatif dan pendapatan daerah.
“Bali memiliki kekayaan alam luar biasa dengan produk-produk unggulan yang sudah punya branding kuat, dari beras, kopi, hingga Arak Bali. Semua ini adalah potensi besar yang harus kita dorong ke tingkat global,” ujar Koster.
Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber berpengaruh, antara lain:
- Luke J. Corbin, peneliti dari Australian National University yang mengkaji sejarah fermentasi di Asia Tenggara,
- Ida Bagus Rai Budarsa, pengusaha Arak dan Brem Bali di bawah merek Dewi Sri,
- Edward Speirs, Editor-in-Chief majalah Now Bali, yang banyak mengangkat cerita mengenai budaya Bali dan komunitasnya.
Dalam diskusi, para narasumber membahas berbagai aspek penting dalam pengembangan Arak Bali, seperti peningkatan kualitas dan inovasi, strategi branding dan pemasaran, serta penghargaan terhadap nilai budaya. Mereka sepakat bahwa arak harus diproduksi dengan standar tinggi tanpa campuran alkohol teknis, serta tetap mempertahankan nilai adat dan proses fermentasi alami yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Bambang Britono, Ketua Koperasi Fermentasi Nusantara, menegaskan bahwa literasi dan edukasi masyarakat mengenai fermentasi sangat penting untuk menjaga identitas budaya Indonesia.
“Kami akan terus mengedukasi masyarakat bahwa fermentasi adalah bagian dari identitas bangsa Indonesia. Peringatan Hari Arak Bali ini merupakan salah satu upaya kami meningkatkan literasi mengenai warisan budaya yang keberadaannya sering diabaikan,” kata Bambang.
Saat ini, arak diproduksi oleh para artisan yang berperan sebagai pelindung budaya, sehingga layak menjadi barang komoditas ekspor dengan nilai jual tinggi. Bahkan, Arak Bali telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 414/P/2022.
Tidak hanya di Bali, arak juga menjadi bagian dari budaya masyarakat di berbagai pulau di Indonesia. Oleh karena itu, Hari Arak Bali diharapkan menjadi momentum kebangkitan minuman fermentasi nusantara lainnya. Dengan pendekatan yang tepat, Arak Bali diharapkan dapat bersaing di kancah internasional, sejajar dengan Sake dari Jepang, Soju dari Korea, dan Ceylon Arrack dari Sri Lanka.
Diskusi ini ditutup dengan kesepakatan untuk memperkuat kolaborasi antara pelaku industri, akademisi, pemerintah, dan media dalam upaya menjaga kelestarian serta mendorong potensi ekonomi arak Bali. Dengan regulasi yang tepat dan strategi pemasaran yang inovatif, Arak Bali dapat menjadi ikon budaya dan kebanggaan Indonesia di mata dunia. (ika)