Buleleng (Penabali.com) – Menghadapi tantangan dan rintangan di era digitalisasi, guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) seringkali mengalami perlawanan antara nilai moralitas yang diajarkan dengan kondisi sosial sepenuhnya.
Pesatnya perkembangan Teknologi Informasi (TI) memiliki dampak positif dan negatif bagi dunia pendidikan. Positifnya, para tenaga pendidik dapat dengan mudah mencari referensi mengajar. Guru juga dengan mudah mencari media pembelajaran bagi siswa. Sementara konten-konten yang tidak layak bagi anak usia sekolah juga tidak mudah dibatasi. Sehingga informasi yang tidak jelas terserap begitu saja.
Ini menjadi dilema bagi guru PPKn. Di satu sisi mereka getol menanamkan nilai-nilai moral Pancasila yang bercorong pada Empat Konsensus Bernegara, namun di sisi lain nilai-nilai tersebut dirusak oleh konten di media sosial.
Atas hal itu, Sekda Suyasa berharap agar para Guru PPKn terus menumbuhkan kebanggaan sebagai tenaga pendidik.
“Kalau guru terkontaminasi dengan terorisme dan separatisme, maka kehidupan bernegara akan hancur. Jadi Guru PPKn jangan berkecil hati. Banggalah karena masih bisa mengajak anak-anak mempertahankan bangsa dan negara, menghormati pahlawan, pemimpin, guru, orang tua, teman dan lingkungannya,” ujarnya.
Suyasa menambahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan sudah diketok palu beberapa waktu lalu. Sehingga isi perda sudah dapat ditindaklanjuti setelah dikeluarkannya Peraturan Bupati (Perbup). Beberapa diantaranya seperti mengumandangkan lagu Indonesia Raya di seluruh tempat umum tiap jam 10 pagi dan Salam Pancasila di setiap kegiatan.
Menurut Suyasa, tenaga pendidik memiliki andil yang besar dalam menguatkan sikap nasionalisme dan patriotisme. Ini pun bukan hanya tanggung jawab Guru PPKn, melainkan setiap tenaga pendidik.
“Jadi guru itu paling besar tanggung jawabnya menjaga negara. Setiap guru tidak bisa melepaskan diri dalam memberikan transformasi pengetahuan, penilaian perilaku, dan keterampilan. Guru yang non PPKn pun diminta agar ikut menyisipkan nilai-nilai kebangsaan Pancasila walaupun tidak mengajarkan mata pelajaran tersebut,” imbuhnya.
Gede Suyasa berharap seluruh masyarakat dapat menginternalisasikan karakter Pancasila dan wawasan kebangsaan guna menghadapi semakin masifnya ancaman dan dan hambatan yang multi dimensi.
“Jika dulu semata-mata hanya fisik dan ekonomi, sekarang sudah masuk ranah personal dan lewat IT. Jadi dulu memberikan ceramah langsung dengan mengumpulkan orang, sekarang pesan-pesan ancaman sudah bisa masuk lewat sosial media,” terangnya.
Terakhir, Sekda Suyasa kembali mengingatkan agar Guru PPKn menyisihkan hal-hal yang membuat pikiran terkontaminasi dan kehilangan semangat dalam melaksanakan tugas. Kewajiban sebagai guru harus terus diutamakan. Guru harus meyakini dengan segala keterbatasannya masih bisa berkontribusi agar negara tetap ajeg. Guru PPKn akan berhadapan dengan konsepsi idelogi, humanisme, spiritualisme, dengan pragmatisme, materialisme, dan lain sebagainya.
Sama seperti ajaran Trisakti Bung Karno yang berhadapan dengan imperialisme, kolonialisme, dan feodalisme. Dua kutub tersebut akan terus beriringan dengan kehidupan. Siapa yang kuat maka itu yang akan menang.
“Makanya jangan merasa kecil hati, kalau diakumulasi maka akan menjadi kekuatan dahsyat untuk melemahkan bangsa dan negara. Oleh karena itu harus ditumbuhkan rasa percaya diri dan kebanggaan dari dalam diri guru,” tutupnya.
Sebagai Ketua Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan Kabupaten Buleleng, Gede Suyasa, berkesempatan menjadi narasumber dalam acara Seminar Pengabdian pada Masyarakat (P2M) Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS) Undiksha, Rabu (7/6/2024), bertempat di Aula FHIS. Seminar dihadiri Guru PPKn dan IPS jenjang pendidikan SMP dan SMA di Kabupaten Buleleng. (rls)