Denpasar (Penabali.com) – Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bali, Emanuel Dewata Oja, disela Rapat Kerja Daerah SMSI Bali di Gedung PWI Bali, Senin (26/07/2021), mengatakan pandemi Covid-19 yang melanda bangsa ini telah membuat berbagai sektor kehidupan masyarakat mengalami pukulan yang luar biasa, terutama sektor kehidupan ekonomi.
Pemerintah Indonesia memang telah hadir ditengah-tengah masyarakat, tidak saja untuk membangkitkan solidaritas atas penderitaan akibat pandemi Covid-19 yang sudah memasuki tahun kedua. Demikian juga Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali, telah melakukan upaya-upaya menjauhkan kehidupan masyarakat dari pandemi covid-19. Namun seluruh usaha tersebut ternyata tetap tidak mampu mengendalikan pandemi untuk segera memasuki era baru perekonomian Bali.
Wartawan senior yang biasa dipanggil Edo ini mengungkapkan, saat ini Bali sedang disorot oleh badan kesehatan dunia WHO dan Unicef. Disorot WHO karena Bali sebagai destinasi pariwisata dunia sering menggelar berbagai event berskala internasional. Mereka ingin memastikan Bali aman dari Covid-19 dengan segala penanganannya yang berstandar internasional.
Syaratnya antara lain positif rate dibawah 5% dan Rasio Contacts Tracing minimal 25 orang per kasus positif. Data Contact Tracing jarang dibuka ke publik, dan pada saat yang sama pemerintah lebih suka membuka kasus positif per hari yang bisa menimbulkan kepanikan publik.
“Bahwa saat ini di luar negeri terjadi gelombang besar ‘black campaign’ terhadap pola penanganan pandemi Covid-19 di Bali. Sejak September 2020, terdapat 11 negara melarang warganya berkunjung ke Indonesia dan sebanyak 59 negara tidak menerima orang Indonesia masuk ke negaranya (Google Searching, red),” jelas Edo.
Itu sebabnya, kata Edo, gagasan membuka kembali Bali untuk wisatawan mancanegara dengan memilih negara secara selektif sekali pun tidak akan berdampak signifikan terhadap pemulihan ekonomi dan pariwisata Bali.
Black campaign yang beredar di luar negeri yang mengesankan Indonesia dan Bali tidak profesional menangani pandemi Covid-19, sehingga menimbulkan ketakutan bagi para calon wisatawan untuk datang ke Bali, adalah masalah serius yang membutuhkan solusi dan langkah-langkah yang tepat dan efisien.
Mencermati berbagai persoalan di atas, maka SMSI Bali dalam rakerda tahun 2021 mengimbau dan mengusulkan kepada pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten-Kota se-Bali untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
* Mendukung sepenuhnya upaya-upaya Pemerintah Provinsi Bali, Kabupaten/Kota, TNI dan Polri dalam percepatan penanggulangan pandemi covid-19 di seluruh Bali;
* Mengajak semua pihak melakukan “perlawanan” terhadap black campaign tentang penanganan pandemi Covid-19 di Bali dengan menggalang kesepahaman dengan seluruh media mainstream di Bali baik media online, media cetak dan media elektronik agar setiap hari memotret keseharian masyarakat Bali yang taat terhadap prokes penanggulangan Covid-19 melalui pemberitaan rutin selama 3-5 bulan.
“Sebab diakui atau tidak, pemberitaan media yang masif akan berdampak bagi pencitraan Bali sebagai provinsi terbaik dalam menangani pandemi covid-19 untuk selanjutnya dapat membuka mata dunia internasional tentang Bali sesungguhnya. Ingat!!! Campaign harus dilawan dengan campaign,” tegas Edo disela rakerda.
Sebagaimana Pemerintah Pusat telah bekerjasama dengan seribu lebih media online di seluruh Indonesia melalui program fellowship atau UBAH LAKU, maka dianjurkan agar Pemerintah Provinsi Bali mem-breakdown program UBAH LAKU tersebut untuk Provinsi Bali dengan melibatkan sebanyak mungkin media online, cetak dan elektronik.
* Menetapkan Dinas Kominfos Provinsi dan Kabupaten Kota se-Bali bersama seluruh organisasi media dan organisasi wartawan yang ada di Bali sebagai garda terdepan untuk melakukan sosialisasi keseharian masyarakat Bali yang menunjang pencitraan Bali sebagai provinsi terbaik dalam menangani pandemi Covid-19.
* Data Contact Tracing perlu dibuka ke publik untuk menunjukkan keseriusan pemerintah menangani Covid-19 di Bali dengan tetap mempertimbangkan berbagai ketentuan yang berlaku.
“Ini untuk menjaga keseimbangan publikasi berlebihan terhadap data kasus positif baik secara nasional maupun lokal yang menimbulkan kepanikan, sekaligus citra WHO terhadap Bali agar semakin positif,” tutup Edo. (red)