Temui DPRD Bali,
* Wirawan: Ingin Kembalikan Yayasan Dwijendra Milik Masyarakat
Ketua Yayasan Dwijendra yang baru, I Ketut Wirawan dan beberapa pembina Yayasan lainnya mengadu ke DPRD Bali, Rabu (28/11/2018). Kedatangan mereka diterima Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta di ruang Baleg DPRD Bali.
Dalam pertemuan itu, Ketut Wirawan meminta legislatif Bali membantu mencarikan solusi atas konflik internal
Yayasan dengan Ketua Yayasan Dwijendra sebelumnya I Made Sumitra Chandra Jaya alias Chandra. Hal ini juga buntut makin memanasnya konflik internal dan dilarangnya mahasiswa masuk ke kampus pada Senin (26/11/2018) dan diliburkannya mahasiswa Universitas Dwijendra sejak 27 November sampai 2 Desember 2018.
“Pak Candra memutarkanbalikkan fakta. Saya dibilang mengunci gerbang agar mahasiswa tidak bisa masuk. Padahal dia yang melakukan itu. Ini bukan pelanggaran lagi, tapi sudah kejahatan,” terang Wirawan.
Wirawan juga mengaku kehilangan daya dan akal daya menghadapi pihak Chandra. Apalagi dirinya tidak punya power apa-apa. “Saya berperkara ini pakai uang pribadi dan banyak keluar uang. Tapi Pak Chandra bayar preman Rp 200 ribu sehari dan berperkara juga pakai uang yayasan,” keluh Wirawan.
Pihaknya ingin mengembalikan Yayasan Dwijendra milik masyarakat bukan milik perseorangan apalagi milik satu keluarga Chandra. “Sekolah ini milik kita bersama. Para pihak yang berperkara jangan libatkan siswa, mahasiswa, guru, pegawai dan dosen.
Yang bermasalah adalah pembina dengan Pak Chandra,” ujar Wirawan yang mantan Rektor Universitas Dwijendra itu.
Sementara itu Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta mengaku akan mengkomunikasikan masalah ini dengan mendengarkan pihak Chandra dan juga Rektor Universitas Dwijendra. Parta menegaskan posisinya pada urusan perlindungan pada siswa dan mahasiswa agar bisa belajar dan guru-guru tidak memprovokasi siswa.
“Urusan saya adalah bagaimana siswa dan mahasiswa bisa belajar kembali seperti semula. Saya tidak masuk pada persoalan pinjam meminjam uang yayasan,” kata Parta.
Ia tidak mau masuk pada urusan konflik yayasan. Sebab carut marut ini sudah seperti menegakkan benang basah, dan susah diurai.
“Permasalahan ini sudah lari kemana-mana. Kami tidak ingin siswa dan mahasiswa dikorbankan dengan konflik internal ini,” tegas Parta.