Denpasar (Penabali.com) – Pinjaman online (Pinjol) saat ini berkembang luas baik yang resmi maupun Ilegal. Pinjol atau Fintech merupakan inovasi yang dihadirkan oleh industri jasa keuangan menggunakan teknologi. Produk fintech berupa sistim pembayaran (payment), pendanaan (funding) seperti pinjam meminjam, perbankan (digital banking), pasar modal (capital market), dan asuransi (insurance).
Praktisi hukum kondang, Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP., C.Med., CLA., menjelaskan bahwa ketentuan Pinjol diatur dalam Peraturan OJK Nomor 77/PJOK.01./2016 tentang Layanan Pinjaman Meminjam Uang Berbasis Teknologi. Menurut aturan tersebut, setelah pendaftaran dan menerima tanda daftar dari OJK, penyelanggara wajib mengajukan permohonan perizinan maksimal selama satu tahun.
Menyikapi maraknya Pinjol tersebut, Togar Situmorang angkat bicara. Ia kemudian memberikan pendapat hukum.
Menurutnya, wanprestasi atau perbuatan cidera/ingkar janji (breach of contract) berasal dari bahasa Belanda yang artinya “prestasi” yang buruk dari seorang debitur (atau orang yang berhutang) dalam melaksanakan suatu perjanjian.
Menurut pendapat Subekti dalam bukunya, Hukum Perjanjian, dalam suatu perbuatan dapat dikatakan wanprestasi apabila Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan, Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat dan Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Togar Situmorang menambahkan, menurut pendapat Subekti, hukuman bagi debitur yang lalai (wanprestasi) adalah membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian, Peralihan resiko, Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
“Lalu bagaimana misalnya bilamana berapa besarannya menentukan bunga dan denda dalam wanprestasi, jika tidak disepakati sebelumnya dalam suatu perjanjian tersebut, maka sebelumnya kita perlu menyimak ketentuan Pasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang telah memberikan pengaturan sebagai berikut: bahwa Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga,” jelasnya.
Berangkat dari ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, para pihak dalam suatu perjanjian diberikan suatu kebebasan berkontrak untuk menentukan hal-hal atau klausul apa yang hendak diperjanjikan dalam perjanjian tersebut, termasuk untuk menentukan bunga atau denda dalam suatu perjanjian. Namun demikian, perjanjian tersebut tetap harus dibuat dan dilaksanakan dengan itikad baik serta mengindahkan kepatutan, kebiasaan dan Undang-Undang (Vide: Pasal 1338 ayat 3 dan 1339 KUH Perdata)
Mengenai bunga, dalam hal besarnya bunga tidak diatur dalam suatu perjanjian, maka undang-undang yang dimuat Lembaran Negara No. 22 Tahun 1948 telah menetapkan bunga dari suatu kelalaian/kealpaan (bunga moratoir) yang dapat dituntut oleh kreditur dari debitur adalah sebesar 6 (enam) % per tahun.
“Jika kita mengacu pada ketentuan Pasal 1250 KUH Perdata, bunga yang dituntut oleh kreditur tersebut tidak boleh melebihi batas maksimal bunga sebesar 6 (enam) % per tahun, sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut,” sebut advokat yang dijuluki Panglima Hukum itu.
Berangkat dari ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, para pihak dalam suatu perjanjian diberikan suatu kebebasan berkontrak untuk menentukan hal-hal atau klausul apa yang hendak diperjanjikan dalam perjanjian tersebut, termasuk untuk menentukan bunga atau denda dalam suatu perjanjian. Namun demikian, perjanjian tersebut tetap harus dibuat dan dilaksanakan dengan itikad baik serta mengindahkan kepatutan, kebiasaan dan Undang-Undang (Vide: Pasal 1338 ayat 3 dan 1339 KUH Perdata)
Mengenai bunga, dalam hal besarnya bunga tidak diatur dalam suatu perjanjian, maka undang-undang yang dimuat Lembaran Negara No. 22 Tahun 1948 telah menetapkan bunga dari suatu kelalaian/kealpaan (bunga moratoir) yang dapat dituntut oleh kreditur dari debitur adalah sebesar 6 (enam) % per tahun.
Jika mengacu pada ketentuan Pasal 1250 KUH Perdata, bunga yang dituntut oleh kreditur tersebut tidak boleh melebihi batas maksimal bunga sebesar 6 (enam) % per tahun, sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut.
“Oleh karena itu sesuai dengan apa yang saya uraikan di bagian awal, akibat hukum dari wanprestasi menurut Pasal 1239 KUH Perdata adalah biaya (kosten), rugi (schaden) dan bunga (interesten). Permasalahannya adalah apakah denda yang belum diatur sebelumnya dapat dikualifikasikan sebagai biaya atau rugi,” ucapnya.
Dalam hal ini, Subekti berpendapat bahwa biaya adalah segala pengeluaran atau ongkos yang secara nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak. Sedangkan rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur.
Dari definisi biaya dan rugi menurut Subekti tersebut, jelas bahwa denda yang belum diperjanjikan sebelumnya tidak dapat dikualifisir sebagai biaya dan rugi. Namun demikian, sudah menjadi yurisprudensi tetap, bahwa pihak yang dikalahkan akan dihukum untuk membayar biaya perkara.
Pemilik Law Firm Togar Situmorang yang kantor hukumnya berlokasi di Bali, Jakarta, dan Bandung itu, lanjut memberikan tambahan informasi, bahwa dalam praktik memang tidak mudah untuk membedakan kualifikasi serta akibat dari Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
Secara sederhana, dari segi kualifikasi saya berpendapat bahwa cakupan wanprestasi yang biasanya timbul dari suatu perjanjian adalah lebih sempit dari Perbuatan Melawan Hukum. Sedangkan dari segi akibatnya, suatu Perbuatan Melawan Hukum dapat menerbitkan ganti kerugian secara luas, bukan hanya secara materill namun juga immateriil,” jelasnya.
“Bagaimana terhadap oknum-oknum debt collector yang diduga kuat melakukan pengancaman, kekerasan, men-share identitas pribadi dan keluarga, melakukan penghinaan baik itu di Sosmed maupun lapangan, maka upaya hukum selain penjelasan hukum perdata diatas tersebut maka anda bisa lakukan Upaya Hukum Pidana sesuai dengan UU yang berlaku,” terangnya.
Togar menegaskan, Law Firm Togar Situmorang dalam hal ini siap memberikan bantuan hukum bersama PBH Panglima Hukum bagi mereka yang terjerat pinjaman online tersebut dan berharap pencerahan hukum terkait pinjaman online tersebut bisa berguna sehingga menjadi suatu edukasi.
“Tanggal 27 November 2021 saya akan menjadi narasumber di Tanyatanyahukum berjudul Dampak Hukum Pinjaman Online di Masyarakat, masyarakat nanti bisa partisipasi mau konsultasi hukum,” tutupnya. (rls)