Terminal LNG Tidak Direkomendasikan, Walhi: Kembalikan Blok Perlindungan, Jangan Paksakan Proyek Berjalan

Denpasar, Hukum20 Views

Denpasar (Penabali.com) – Beredarnya surat dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Nomor B-1212/Menko/Pe.01.00/III/2023, tertanggal 16 Maret 2023, Sifat: Segera, Lampiran: satu berkas, Perihal: Tindak Lanjut Proses Pembangunan Terminal LNG dan Jaringan Pipa Gas Bersih Oleh PT. Dewata Energi Bersih, yang dimana surat tersebut ditujukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang mana inti dari surat tersebut adalah: “sehubungan dengan hal tersebut dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan di Provinsi Bali, kami sampaikan bahwa rencana pembangunan Terminal LNG dan jaringan pipa gas bersih oleh PT. Dewata Energi Bersih agar tidak direkomendasikan”.

Pada surat tersebut Menko Marves juga mengarahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tidak memberikan rekomendasi.

Surat dari Menko Marves tersebut, merupakan surat balasan atas surat dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No: S.271/MENLHK/BSI/REN.3/9.2022, tertanggal 30 September 2022, sifat segera, hal: laporan status tindak lanjut proses persetujuan lingkungan terminal LNG di Bali. Isi surat dari KLHK tersebut intinya bahwa sudah diadakan proses pembahasan kerangka acuan Andal Proyek Terminal LNG Sidakarya pada tanggal 26 April 2022, dan dari aspek lingkungan, Proyek Terminal LNG Sidakarya tidak terdapat issue yang menjadi kendala proses penilaian Amdal.

Direktur Walhi Bali, Made Krisna ‘Bokis’ Dinata, S.Pd., mengaku kaget ternyata proses pembahasan kerangka acuan Amdal Proyek Terminal LNG sudah diadakan pada tanggal 26 April 2022. Lebih jauh, Bokis menyampaikan proses penyusunan Kerangka Acuan Andal Proyek Terminal LNG Sidakarya tidak ada melibatkan organisasi lingkungan Hidup Kekal, Walhi dan Frontier. Hal tersebut menjadi aneh, karena setiap ada pembahasan proses Amdal mengenai proyek di Bali, setidak-tidaknya Walhi selalu diundang dari proses pembahasan kerangka acuan. Namun khusus Proyek Terminal LNG, Walhi tidak dilibatkan.

“ini sungguh aneh, ada apa sebenarnya ini?,” tanya Bokis.

Atas pernyataan Menteri KLHK Siti Nurbaya, dari aspek lingkungan, Proyek Terminal LNG Sidakarya tidak terdapat issue yang menjadi kendala proses penilaian Amdal. Menurut Bokis, pernyataan tersebut adalah pernyataan yang ngawur, karena hingga saat ini, dampak lingkungan hidup proyek tersebut tersebut belum mereka kaji.

Lebih lanjut, hasil riset yang dilakukan oleh Kekal Bali, Frontier Bali dan Walhi Bali menunjukkan bahwa di perairan Sanur terdapat indikatif terumbu karang seluas 5,2 hektar yang terancam apabila Terminal LNG dibangun di perairan Sanur. Terumbu karang di Perairan sanur berfungsi sebagai barrier reef atau penyangga pesisir dari hantaman gelombang. Apabila itu terancam dan hancur akibat pembangunan proyek ini, maka hal tersebut bisa berpotensi memperparah abrasi di pesisir Sanur yang juga secara langsung akan mendegradasi potensi pariwisata Sanur.

“Kalau dikatakan issue lingkungan hidup sudah selesai, itu pernyataan ngawur,” tegas Bokis.

Sekjen Gerakan Mahasiswa Frontier Bali, Anak Agung Gede Surya Sentana, juga menjelaskan jika rencana pembangunan Terminal LNG Sidakarya ini sangat tertutup dan datanya tidak bisa diakses publik, sampai-sampai untuk mendapatkan data terkait proyek ini, Walhi mengajukan gugatan ke DKLH Bali dan PT DEB di Komisi Informasi Bali.

“Mereka tidak mau terbuka kepada publik, padahal proyek ini digadang-gadang untuk kepentingan publik dan dibuat di lahan publik,” imbuh Gung Surya, panggilan akrabnya.

Ketua Kekal (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali, I Wayan Adi Sumiarta, menjelaskan atas hal tersebut, Kekal Bali, Frontier Bali dan Walhi Bali menerangkan bahwa surat tersebut sudah sesuai dengan apa yang diperjuangkan oleh Kekal, Frontier dan Walhi selama ini. Dalam surat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi juga dijelaskan jika pembangunan Terminal LNG tersebut sangat bertolakbelakang dengan Garis Besar Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali Menuju Bali Era Baru yang Hijau, Tangguh dan Sejahtera dimana esensi dari konsepsi tersebut adalah mengembangkan kualitas pariwisata yang lebih baik dengan pembangunan yang berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan.

Lebih lanjut, konsep mass tourism yang selama ini dipraktikkan di Bali, sudah terlalu mengeksploitasi Bali, bahkan tidak tanggung-tanggung telah merusak lingkungan hidup Bali. Pesisir Sanur sangat berpotensi menerima dampak buruk akibat dari Rencana Proyek Terminal LNG.

Melihat Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025, Sanur ditetapkan sebagai Kawasan Pariwisata Nasional. Kawasan tersebut pada intinya memiliki fungsi utama pariwisata, dengan rencana pengembangan wisata bahari.

Lebih lanjut Adi juga menyampaikan bahwa apa yang dijadikan alasan dalam surat dari Menko Marves tersebut, sudah menjadi kajian dan sejak awal penolakan terhadap Proyek Terminal LNG Sidakarya juga sudah disampaikan.

“Dasar penolakan surat Menko Marves tersebut sebenarnya sudah kami sampaikan sejak kami menolak proyek tersebut, Namun Koster tetap saja keras kepala,” terang adi.

Lebih jauh, Adi menyampikan agar Menteri LHK Siti Nurbaya mengembalikan areal mangrove di Sidakarya menjadi blok perlindungan. Lalu, untuk Gubernur Koster jangan lagi memaksakan proyek Terminal LNG Sidakarya, termasuk juga menyuruh PT DEB agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang memaksakan proyek ini berjalan.

“Isi surat Menko Marves sebagai atasan mereka harus mereka patuhi,” tutup Adi. (rls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *