Revisi UU Nomor 30 tentang KPK sudah ada ditangan Presiden Jokowi. Suka tidak suka, bola panasnya kini ada ditangan orang nomor satu di republik ini. Menurut advokat senior DR(c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) sehingga penanganannya pun harus dilakukan dengan cara luar biasa.
“Rencana revisi ini menjadi pertaruhan bagi Jokowi,” kata pria yang terdaftar didalam penghargaan Best Winners-Indonesia Business Development Award.
Advokat yang juga terdaftar didalam 100 Advokat Hebat versi majalah Property&Bank, mengatakan dalam tata hukum di Indonesia, produk perundang-undangan dikerjakan bersama legislatif dan eksekutif.
“Jika salah satu pihak tak sepakat akan hal itu, rencana tersebut bisa dibatalkan,” ujarnya.
DR(c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang juga terdaftar didalam penghargaan Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019, menyoroti sejumlah poin krusial dalam rancangan UU KPK yang telah beredar. Poin-poin pokok dalam draf perubahan itu antara lain keberadaan dewan pengawas, aturan penyadapan, kewenangan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), dan status pegawai KPK. Kemudian kedudukan KPK sebagai penegak hukum cabang kekuasaan eksekutif, serta posisi KPK selaku lembaga penegak hukum dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.
Dewan Penasehat Forum Bela Negara Provinsi Bali ini menyatakan, draf revisi UU KPK yang telah disusun DPR itu sangat berbahaya bagi kelangsungan KPK maupun pemberantasan korupsi di Indonesia, karena pada draf tersebut tak ada poin-poin untuk memperkuat KPK.
“Sebaliknya isi draf perubahan tersebut dikhawatirkan akan malah melumpuhkan kewenangan lembaga antirasuah yang telah berdiri selama 16 tahun itu,” ucap Togar yang juga Ketua Pengkot Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI) Kota Denpasar, sembari menambahkan rencana perubahan UU KPK bukanlah pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena masyarakat sendiri telah menolak rencana perubahan itu.
Revisi itu, kata pengamat kebijakan publik ini, akan membuat KPK tidak progresif memberantas korupsi, karena tidak sejalan dengan Konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi tahun 2003 yang diratifikasi Indonesia. Dalam konvensi itu, ditegaskan Indonesia harus memiliki lembaga khusus anti korupsi, yang pelaksanaannya diatur secara khusus dan independen dalam Undang-Undang Tipikor.
“KPK itu dibentuk karena suatu kejahatan luar biasa terkait korupsi jadi penanganannya harus luar biasa,’ imbuh pengacara yang lebih populer dijuluki ‘Panglima Hukum’ ini.
Togar berharap, Presiden Jokowi konsisten menolak membahas revisi UU KPK ini.
“Jadi saya kira sekarang harus konsisten, apalagi ini khan sekarang presiden belum dilantik, kemudian terpilihnya belum lama, janji politik masih basah, menurut saya jangan main-main dengan aspirasi masyarakat, karena akan ada akibat sosiologis dan yuridis nantinya,” kata Togar Situmorang yang juga Managing Partner Law Office Togar Situmorang & Associates beralamat di Jl. Tukad Citarum No. 5A Renon Denpasar Bali & Jl. Gatot Subroto Timur No. 22 Denpasar, Bali. (red)