Categories Bangli

Wadak Selulung, Sapi Suci Pembawa Rejeki

Pulau Bali memang tidak pernah habis dengan cerita dan tradisi unik yang dimilikinya termasuk di Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Desa ini terkenal sebagai desa yang memiliki banyak sapi yang dilepasliarkan. Sapi yang ada di Desa Selulung merupakan sapi yang disucikan oleh masyarakat dalam acara Pengeleb.

Menurut penuturan salah satu tokoh adat Desa Selulung, Jero Mangku Pasek Wayan Arsana (48), pada awalnya di Desa Selulung terdapat upacara besar yang disebut upacara Mebiaya.

“Upacara ini membutuhkan badak atau dalam bahasa Jawa Kuno disebut Warak yang digunakan sebagai persembahan utamanya”, ujarnya.

Lanjut Jero Mangku, khusus di Bali, Warak sangat sulit untuk didapat sehingga dicarikan hewan yang menyerupai badak, yaitu sapi. “Sapi tersebut kemudian diupacarai agar dapat dianggap sebagai Warak (Badak)”, katanya.

Setelah diupacarai, sapi akan diangggap suci layaknya manusia yang melalui upacara pawintenan (upacara menyucikan diri). Namun, seiring dengan perkembangan waktu, masyarakat Desa Selulung lebih sering menyebut Warak sebagai Wadak karena dianggap lebih mudah dalam penyebutannya.

Disebutkan juga oleh laki laki yang sudah menjadi Jro Mangku selama 17 tahun ini, ada tiga hal yang mewajibkan seseorang untuk mempersembahkan Wadak. Diantaranya karena kewajiban, sesangi (janji untuk mempersembahkan wadak) dan seseorang yang memiliki kesalahan. Kewajiban yang dimaksud hanya dilakukan oleh keluarga keturunan Dadia Pasek Selulung, dimana setiap lahir keturunan laki-laki dan telah menikah wajib menghaturkan sapi serta kepada seseorang yang memiliki kesalahan terhadap Wadak misalnya dengan sengaja berkata kasar dan melukai Wadak.

Sapi yang dipersembahkan sebagai Wadak, harus sapi dengan fisik yang sempurna, umur dan ukuran badan tidak ditentukan. Namun dengan syarat berkelamin jantan dan belum dicucuk atau ditusuk hidungnya.

Jero Mangku dengan empat orang anak ini juga menuturkan, masyarakat desa meyakini sapi wadak merupakan sapi suci, sehingga tidak diperkenankan berbicara kasar atau melakukan hal-hal yang menyakiti Wadak. Dulu pernah ada kejadian, lanjutnya. Wadak masuk dan membuang kotoran di pekarangan salah satu warga. Pemilik pekarangan tersebut marah dan secara sengaja berkata kasar kepada Wadak. Selanjutnya, tiga hari kemudian warga tersebut mengalami diare hingga dibawa ke Rumah Sakit dan harus menjalani rawat inap selama satu minggu. Setelah dirawat selama satu minggu juga tidak kunjung sembuh atau membaik, hingga akhirnya ditanyakan kepada orang pintar, ternyata sakit tersebut merupakan akibat dari berkata kasar kepada wadak. Pada akhirnya, Ia mau meminta maaf dan sebagai gantinya mau untuk mempersembahkan sapi Wadak yang baru.

“Semenjak kejadian tersebut, masyarakat tidak lagi menganggap sapi wadak sebagai pengganggu, melainkan keberadaan sapi Wadak diyakini membawa keberuntungan”, ungkapnya.

Senada dengan itu, warga Dusun Mesahan, Desa Selulung, I Wayan Pondal mengatakan Ia sering menjumpai Wadak di sekitar rumahnya. Diceritakan laki-laki berumur 56 tahun ini, dirinya sempat mengalami sakit dibagian tangan, kemudian ia mencoba untuk meminta penyembuhan kepada sapi yang disucikan tersebut.

“Saya sempat mengalami sakit pada bagian tangan, entah rematik atau apa. Kemudian saya dekatkan pada Wadak sambil meminta kesembuhan, hingga sampai saat ini tangan saya sudah membaik”, ujarnya.

Selain itu, diakui Wayan, keberadaan Wadak di perkebunannya akan membawa rejeki untuk dirinya dan keluarga. ”Saya malah senang jika Wadak makan di kebun saya, karena percaya atau tidak, setelah itu hasil kebun akan lebih banyak dari sebelumnya”, kata Wayan. (rls.KKNUNUD2019)