Wayang Wong Tejakula, Warisan Budaya Dunia Unesco, hanya Dipentaskan di Desa Adat Tejakula

Buleleng (Penabali.com) – Wayang Wong telah mendapat sertifikat sebagai warisan budaya dunia dari Unesco. Tarian sakral Desa Adat Tejakula ini dipentaskan saat piodalan di desa setempat.

Selain versi sakral, Wayang Wong juga memiliki versi duplikat yang dikhususkan untuk pertunjukan kesenian sebagai tontonan para tamu maupun undangan gelaran kesenian.

Ketut Artha Swatara selaku Koordinator Penari Wayang Wong, Jumat (4/8/2023), menjelaskan Wayang Wong sakral yang dilinggihkan di Pura Pemaksan dipentaskan dua kali saat Pengebek Piodalan dan Pengelebar di Pura Khayangan Tiga, Pura Pemaksan dan Pura Dangka dan hanya boleh dipentaskan di Desa Adat Tejakula.

Lebih lanjut ujar Swatara, Wayang Wong yang pentas kali ini merupakan Wayang Wong duplikat dari Sekeha Guna Merti yang beranggotakan 40 orang sebanyak 25 penari dan 15 penabuh.

Ketut Artha Swatara selaku Koordinator Penari Wayang Wong. (foto: ist.)

“Wayang Wong duplikat sejak tahun 1990-an telah sering tampil baik di luar negeri dan dalam negeri maupun di hotel-hotel sebagai seni pertunjukan. Wayang Wong duplikat hanya kostum dan tapel yang diduplikatkan. Diciptakan sejak tahun 1970-an oleh penglingsir seniman Guru Sujana dan Bapak Tusan atas permintaan tamu-tamu sebagai seni tontonan,” jelasnya usai pementasan di Lovina.

Dijelaskan, Wayang Wong merupakan sebuah tarian yang menceritakan kisah pewayangan Ramayana 7 Kanda dengan penari memakai topeng baik sebagai pasukan Hanoman, Raja, maupun Dewi dan Parwa cerita Mahabrata tanpa menggunakan topeng.

“Anggota penari yang disebut krama dan di luar krama namun berkeinginan maturan untuk menari dipersilahkan. Total 200 krama secara turun tumurun ngayah sebagai penari. Konon jika tidak meneruskan menjadi krama akan mengalami ketidakberuntungan,” ungkapnya.

Disinggung tentang sejarah Wayang Wong, terang Ketut Swatara, sangat berhubungan terbentuknya sejarah desa dan kesenian desa.

Wayan Wong duplikat dipentaskan untuk keperluan seni pertunjukan. (foto: ist.)

“Dahulu sejumlah kelompok dari Bangli dan Blahbatuh Gianyar membawa kesenian Gambuh dengan Parwa ke Desa Tejakula dan menjadi alkulturasi budaya tercipta kesenian Wayang Wong,” tuturnya.

Untuk regenerasi penari Wayang Wong, pihaknya bekerjasama dengan Camat Tejakula mengajarkan anak-anak hanya dengan membawa sampah plastik sudah bisa belajar tarian Wayang Wong.

“Saat ini sebanyak 40 anak sangat antusias belajar menari sambil membuat kerajinan Ecobrik dari sampah plastik. Pengajarnya saya sendiri, anaknya Jro Dalang dan dari krama,” imbuhnya.

Ia berharap Wayang Wong khas Tejakula tetap eksis seperti dulu dikenal oleh banyak orang, diberikan wadah berkreasi. Pihaknya akan terus belajar dari para maestro dan menurunkan ke anak cucunya, sehingga Wayang Wong ini tetap ajeg dan lestari. (rls)