Denpasar (Penabali.com) – Desa Adat Intaran kini kembali menyatakan perlawanannya terhadap rencana pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove.
Tak tanggung-tanggung, tujuh banjar adat yang berada di pesisir Desa Adat Intaran mendirikan baliho penolakan terhadap rencana pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove.
I Made Sudha, Kelian Banjar Adat Betngandang menjelaskan jika pendirian Baliho ini merupakan lanjutan dari aksi-aksi sebelumnya dimana aksi pemasangan di 7 banjar adat merupakan simbol kebulatan tekad untuk menolak pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove.
“Permintaan kami amatlah sederhana, jangan membangun Terminal LNG di kawasan mangrove,” sebutnya.
Menanggapi statemen DPRD yang menyebutkan jika akan mengkaji lokasi proyek pembangunan Terminal LNG, Made Sudha juga menuturkan jika dari riset yang sebelumnya telah dipaparkan KELAL Bali, Frontier Bali dan WALHI Bali pada dengar pendapat di DPRD 21 Juni 2022 lalu, jelas disampaikan bahwa tapak proyek Terminal LNG di kawasan mangrove ada pada kawasan mangrove yang vegetasinya padat dan rapat, serta pada tapak proyek juga terdapat mangrove yang tingginya 5 meter hingga 10 meter dimana butuh waktu puluhan tahun untuk merawat mangrove setinggi itu.
“Kajian apa lagi, semestinya lakukan saja pembangunan Terminal LNG di Benoa, sesuai yang termuat dalam Perda RTRW Bali No.3 Tahun 2020,” ucapnya.
Dalam pendirian baliho penolakan Terminal LNG di kawasan mangrove tersebut juga dibarengi tabuh baleganjur dari masing-masing banjar di pesisir Desa Adat Intaran yang meliputi Banjar Batu Jimbar, Banjar Semawang, Banjar Sindhu Kaja, Banjar Sindhu Kelod, Banjar Betngandang, Banjar Blanjong, dan Banjar Tanjung. (rls)