LBH Bali WCC Bentuk Satgas PP-TPPO di Kabupaten Badung

“Beri diseminasi Informasi Pencegahan TPPO dengan Pendekatan Pemberdayaan Perempuan”

Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) merupakan kasus kejahatan yang sangat sulit untuk ditekan dan dicegah perluasannya, karena kasus ini telah mencakup nasional bahkan internasional.

“Banyak kasus-kasus TPPO terjadi akibat dari ketidakberdayaan ekonomi seseorang. Untuk itulah Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH-Bali WCC) berupaya melakukan diseminasi informasi terkait pencegahan TPPO dengan pendekatan pemberdayaan perempuan di sektor ekonomi dan penguatan keterampilan perempuan untuk menunjang kehidupan sehari-hari,” kata Direktur Eksekutif LBH Bali WCC, Ni Nengah Budawati, SH., pada acara seminar dan Pelantikan PP-TPPO di Ruang Kertha Gosa, Kantor Bupati Badung, Kamis (13/12/2018).

Seminar dengan tema “Melalui Pembentukan Komunitas Penanganan dan Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kita Wujudkan Kabupaten Badung Bebas TPPO” cukup padat berisi diskusi dan sharing tentang bagaimana memberikan pendampingan terhadap korban TPPO, menyoroti isu seputar gender, bagaimana perempuan, anak, dan kelompok rentan mengalami diskriminasi dan kekerasan baik itu kekerasan fisik psikis, maupun verbal.

“Kesulitan yang dihadapi adalah korban TPPO biasanya enggan melapor sehingga sulit dalam penanganannya, dan saksi-saksinya biasanya adalah orang terdekat, untuk itulah pada intinya kami akan memberikan perlindungan kepada saksi dan korban bekerjasama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),’ kata Kasubdit IV Reskrimum Polda Bali, AKBP Sang Ayu Putu Alit Saparini.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, definisinya adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

“Yang masih menjadi polemik adalah terkait kebutuhan rektuitment para perempuan di dunia hiburan dan klub malam di Bali yang banyak tidak dilengkapi dokumen kependudukan yang sah, untuk itulah mari bersama-sama kita benahi, sebab kita tidak mau industri pariwisata Bali tidak seperti yang terjadi di Thailand yang banyak memanjakan wisata malam dengan tampilan yang vulgar, Bali haruslah tetap dengan ciri khas kemasan pariwisata seni dan budaya,” tutur Hakim PN Denpasar Dewa Made Budi Watsara yang juga jadi pembicara di seminar itu. (day)