Gubernur Koster: RUU Masyarakat Hukum Adat Akan Ciptakan

Baleg DPR RI Serap Aspirasi Untuk Penyempurnan RUU

Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat merupakan amanat ketentuan pasal 183 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menegaskan pengakuan negara dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya diatur dengan undang-undang. Ditengah kemajemukan masyarakat adat dan hukum adat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah didorong agar segera meyelesaikan Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat ini.

“Saya menyambut baik kegiatan penyerapan aspirasi dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat dan memberikan apresiasi kepada seluruh anggota Badan Legislasi DPR RI yang telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyerapan aspirasi yang dilakukan Badan Legislasi DPR RI punyai arti penting dan strategis dalam upaya menerima berbagai masukan dari seluruh komponen masyarakat dan stakeholders dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat ditengah kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan yang menyebutkan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”, ujar Gubernur Koster saat menerima kunker Baleg DPR RI dalam rangka penyerapan aspirasi sebagai masukan RUU tentang Masyarakat Hukum Adat di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Kamis (13/12).

Gubernur Koster saat menerima kunker Baleg DPR RI dalam rangka penyerapan aspirasi sebagai masukan RUU tentang Masyarakat Hukum Adat di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Kamis (13/12).

RUU ini tambah Gubernur Koster, sangat penting dilakukan dalam upaya memberikan dasar hukum dan kepastian hukum bagi seluruh daerah dalam menata masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisional. Disamping itu RUU ini sangat penting dan strategis dalam upaya mencegah dan menyelesaikan konflik yang sering mempertemukan masyarakat adat dan pemerintah daerah sehingga dengan RUU ini diharapkan akan menciptakan hubungan yang harmonis dan sinergitas antara masyarakat hukum adat dengan pemerintah daerah.

“Dengan tersusunnya Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat, kita semua berharap tidak akan terjadi tumpang tindih pengaturan atau bahkan disharmoni dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Bab XIII yang mengatur Ketentuan Khusus Desa Adat. Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat harus dapat saling melengkapi dan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat hukum adat, Iembaga adat dan desa adat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah”, ungkap Gubernur Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini.

RUU ini diharapkan Gubernur Koster, dapat segera diselesaikan dan disahkan menjadi undang-undang. Dengan demikian, kata Gubernur Koster akan semakin memperkuat keberadaan desa adat, mengingat desa adat sebagai pilar utama dalam menjaga adat istiadat, budaya, seni serta kearifan lokal di masyarakat. RUU tentang Masyarakat Hukum Adat ini juga sejalan dengan program Nangun Sat Kerthi Loka Bali dalam pelestarian seni, adat dan budaya.

“Desa Adat adalah pilar utama dalam menjaga adat istiadat, budaya, seni, kearifan lokal di masyarakat. Ini semua merupakan keunikan dan ciri khas Bali yang harus dilindungi. Kita ingin keberadaan desa adat akan lebih kuat kedepannya. Untuk itu aya berharap agar RUU ini bisa segera disahkan agar Bali bisa membangun desa adat lebih kuat. Posisi dan kontribusi kita ke desa adat bisa berjalan dengan baik. Selain itu saya juga berharap agar tidak hanya sekedar melindungi desa adat namun nantinya keberadaannya juga harus diberdayakan”, imbuh Gubernur dari Desa Sembiran Buleleng ini.

Ketua Tim Rombongan Arif Wibowo yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI mengatakan, RUU tentang Masyarakat Hukum Adat ini merupakan RUU usulan DPR sebagaimana tercantum dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2018 dengan nomor urut 24 dengan judul RUU tentang Masyarakat Adat (dalam Prolegnas 2015-2019, tertulis RUU tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat). Tujuan dibuatnya RUU Masyarakat Hukum Adat untuk mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Bahwa masyarakat hukum adat selama ini belum diakui dan dilindungi secara optimal dalam melaksanakan hak pengelolaan yang bersifat komunal, baik hak atas tanah, wilayah, budaya, dan sumber daya alam yang diperoleh secara turun temurun, maupun yang diperoleh melalui mekanisme lain yang sah menurut hukum adat setempat. Oleh karena belum optimalnya pengakuan dan pelindungan hak masyarakat hukum adat yang bersifat komunal mengakibatkan tidak tercapainya kesejahteraan bagi masyarakat hukum adat dan munculnya konflik di masyarakat hukum adat sehingga menimbulkan ancaman stabilitas keamanan nasional”, jelasnya.

Beberapa substansi yang diatur dalam RUU ini yakni Definisi Masyarakat Hukum Adat, ldentifikasi Masyarakat Hukum Adat, Mekanisme pengakuan Masyarakat Hukum Adat, Evaluasi Masyarakat Hukum Adat, Hak dan Kewajiban Masyarakat Hukum Adat serta Penyelesaian Sengketa.

Badan Legislasi DPR RI memandang demi kesempumaan RUU dan terciptanya Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat yang lebih baik pada masa yang akan datang, maka diperlukan masukan atau aspirasi dan panisipasi dari berbagai komponen masyarakat.

“Karena itu pada kesempatan ini Badan Legislasi DPR RI sangat berharap masukan yang konstruktif dan berharga. Berdasarkan aspirasi atau masukan yang diperoleh pada pertemuan hari ini akan dijadikan bahan masukan dalam rangka penyempurnaan terhadap RUU tentang Masyarakat Hukum Adat, sehingga diharapkan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat pada masa mendatang (setelah disahkannya RUU ini menjadi Undang-Undang), akan lebih memperbaiki sistem hukum nasional kita dan dapat menjawab kebutuhan hukum masyarakat khususnya mengenai masyarakat adat”, pungkasnya. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *