Berbagai kasus mesum antara pasien positif Covid-19 dan tenaga kesehatan (nakes) atau perawat di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet masih saja terus terjadi, semenjak pandemi dan RSD Wisma Atlet dijadikan tempat khusus penderita Covid-19, selalu ada pemberitaan tentang kasus tersebut.
Seperti heboh kasus dugaan mesum sesama jenis itu karena ada pengakuan pasien dalam cuitan di media sosial twiter, mereka melakukan perbuatan yang terjadi di dalam kamar mandi dan saat ini telah diancam pasal 36 tentang Pornografi, pasal 45 ayat 1 dan pasal 27 ayat 1 tentang UU ITE dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
RSD Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat merupakan rumah sakit darurat yang diperuntukkan bagi pasien Covid-19 tanpa gejala atau dengan gejala ringan. Belakangan dengan terus melonjaknya angka kasus Covid-19, rumah sakit darurat tersebut tak lagi menerima pasien tanpa gejala.
Dari berbagai pemberitaan di media terjadinya dugaan kasus mesum di RSD Wisma Atlet jelas kurangnya penindakan hukum terhadap pelaku, terutama dugaan terhadap tenaga kesehatan yang melakukan mesum atau pelecehan seksual kepada pasien. Sehingga ini menjadi pertanyaan besar, kinerja serta keamanan di tempat tersebut.
Advokat kondang dan pengamat kebijakan publik Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP., CLA., mengungkapkan sangat menyayangkan adanya kejadian yang terjadi tersebut. Dimana saat ini semua pihak masih sedang fokus menangani wabah virus corona, namun dicederai dengan adanya kasus ini.
“Saya pribadi berpendapat peristiwa pelecehan oleh perawat tersebut merupakan pelanggaran sumpah perawat, kode etik perawat sekaligus pelanggaran hukum pidana,” kata advokat yang dijuluki sebagai ‘Panglima Hukum’ itu.
Pelaku pencabulan terhadap orang yang sedang tidak berdaya bisa dikenai Pasal 290 ayat 1 KUHP dengan ancaman 7 tahun kurungan. Selain itu, sebagai sebuah profesi perilaku perawat di rumah sakit juga diatur dalam Kode Etik Keperawatan. Dimana disebutkan bahwa perawat harus menunjukkan perilaku profesional serta senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi.
“Apakah CCTV terpasang di setiap sudut RSD Wisma Atlet Kemayoran?. Bagaimana Sumber Daya Manusia (SDM) para tenaga kesehatan yang bekerja?, lalu bagaimana penindakan hukumnya apakah sampai ke arah pidana atau hanya berupa pecat atau ada hal lain agar bisa membuat jera para predator seks tersebut,” tanya praktisi hukum yang juga Ketua Pengkot POSSI Kota Denpasar ini.
Togar juga mengatakan pelecehan terhadap pasien merupakan pelanggaran kode etik berat. Sanksinya bisa berupa pemecatan sebagai anggota organisasi profesinya, rekomendasi pencabutan izin si perawat ke pemerintah daerah, dan menyerahkan ke aparat penegak hukum.
“Kalau memang ada unsur kesengajaan bahkan perencanaan bisa digolongkan kasus cukup berat, karena perawat tidak boleh seperti itu,” tambah Togar Situmorang.
Dengan berbagai kasus dugaan mesum dan pelecehan seksual membuat masyarakat yang terdampak Covid-19 tidak akan mau dirawat di RSD Wisma Atlet Kemayoran, khususnya wanita. Karena masyarakat menganggap bahwa para tenaga kesehatan “berotak mesum” dan dikhawatirkan kembali terjadi permesuman atau pelecehan seksual terhadap pasien.
Togar Situmorang yang juga Ketua Hukum dari RS dr. Moedjito Dwidjosiswojo Jombang Jawa Timur mengungkapkan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk mencegah pelecehan seksual terhadap pasien. Pertama, rumah sakit perlu membuat sistem yang komprehensif untuk memastikan pasien tidak sendirian jelang atau usai dianestesi (pembiusan). Sebab dalam kondisi dibius, seorang pasien tidak berdaya melakukan apa pun. ”
“Harus ada sistem yang memungkinkan tidak hanya seorang di sana,” ucapnya.
Kedua, rumah sakit harus menjadikan pertimbangan moral dan pembinaan etika sebelum memperkerjakan pekerja medis baik dokter maupun perawat. Ini penting karena setiap pasien telah mempercayakan nasibnya kepada dokter atau perawat untuk diambil tindakan medis. Jangan sampai kepercayaan itu disalahgunakan.
Ketiga, pasien berhak ditemani orang yang memiliki ikatan keluarga langsung dengannya. Seperti misalnya orang tua menemani anaknya, suami menemani istrinya. Tindakannya itu yang menyangkut privasi misalnya membuka anggota tubuh sensitif seperti melahirkan.
Keempat, Dewan Pembina DPP Forum Batak Intelektual (FBI) Togar Situmorang meminta para korban berani bersuara apabila mendapati tindakan pelecehan.
Law Firm Togar Situmorang mengungkapkan pernah menangani ada dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan tenaga kesehatan RSD Wisma Atlet terhadap pasien, seorang anak perempuan dibawah umur, walau tidak terekspos atas keinginan keluarga korban, sedangkan info dari pihak RSD Wisma Atlet pelaku sudah dipecat. Menurut Togar, apakah bijak pihak RSD hanya sebatas dipecat tanpa memikirkan akibat physikis korban mengalami shock atau trauma.
Dalam hal perawat bersikap tidak profesional melalui bentuk pelecehan terhadap pasien, sehingga merusak nama baik profesi, maka izin praktik perawat tersebut dapat dicabut dan dapat dikeluarkan dari organisasi keperawatan. Implikasinya akan sulit bagi perawat tersebut untuk kembali bekerja sebagai perawat.
“Tolong sebelum bertindak dipikirkan dulu akibatnya. Dan perawat atau dokter itu merupakan suatu profesi yang mulia, jadi jaga marwah perawat atau dokter dengan menjaga tingkah laku kita di masyarakat,” pesan Togar Situmorang. (red)