Categories Denpasar Hukum

Sertifikat Tanah Elektronik, Togar Situmorang: “Rentan disalahgunakan bahkan dibajak”

Penabali.com – Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) resmi mengeluarkan aturan penggunaan sertifikat tanah elektronik. Ketentuan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.

Dalam sertifikat tanah elektronik nantinya akan menggunakan hash code, QR Code, single identity, serta akan dijelaskan ketentuan penggunaan sertifikat elektronik dari kewajiban dan larangannya, menggunakan tanda tangan elektronik serta bentuk dokumen yang elektronik.

“Isu yang beredar dalam minggu ini tentang adanya sertifikat tanah elektronik yang diterbitkan tiba-tiba dan tanpa sosialisasi ke masyarakat, saya kurang setuju karena dikhawatirkan menimbulkan masalah baru karena masyarakat belum yakin betul tentang keselamatan miliknya kalau memang betul-betul diganti dengan sertifikat elektronik,” ungkap pengamat kebijakan publik Togar Situmorang, S.H., C.Med., M.H., M.A.P., CLA., di Denpasar, Sabtu (06/02/2021).

Togar Situmorang menjelaskan, menurut Undang-Undang Pokok Agraria, sertifikat tanah adalah bukti kepemilikan yang sah atas suatu tanah yang sangat sempurna. Artinya pemilik sah atas tanah tersebut, itu harus memegang sertifikat sebagai bukti pemilik sahnya.

“Kalau itu diganti menjadi sertifikat elektronik, maka pemilik yang sah tadi memegang apa? Dan kalau memang sertifikat elektronik dikeluarkan oleh BPN, itu akan bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria, jadi peraturan pemerintah itu pasti tidak akan efektif,” ucap pria yang juga seorang praktis hukum sebagai seorang pengacara top papan atas nasional itu.

Togar Situmorang menambahkan, jika sertifikat tanah menjadi sertifikat elektronik, lantas saat masyarakat akan menjual dan menggadaikan tanah mereka akan kerepotan karena lupa barcode atau pasword maka akan timbul masalah bagi masyarakat.

“Presiden Joko Widodo baru menggratiskan buku sertifikat untuk masyarakat, walau ada diduga pungutan dari satu juta sampai satu juta lima ratus rupiah dan kalo diadakan sertifikat elektronik maka masyarakat disuruh bayar berapa lagi dimana kondisi ekonomi saat ini sulit dengan aturan jam cari nafkah ruwet dengan segala peraturan berubah-ubah muncul di masyarakat, lantas keuntungan dari sertifikat elektronik bagi masyarakat itu apa?,” tanya advokat yang kerap dikenal dengan julukan sebagai “Panglima Hukum” ini

Togar Situmorang mengatakan rakyat berhak menyimpan sertifikat asli yang telah diterbitkan. Sertifikat elektronik, warkah tanah dan lain-lain dalam bentuk elektronik seharusnya menjadi sistem pelengkap, dan tujuan memudahkan data base tanah di kementerian. Jadi, digitalisasi bukan bersifat menggantikan hak rakyat atas sertifikat asli.

Menurutnya, sistem IT yang dikelola BPN pun belum benar-benar aman. Aspek security dan reformasi birokrasi pertanahan yang belum terjamin berpotensi menghilangkan data-data rakyat pemilik tanah.

“Sistem digitalisasi dengan tingkat keamanan yang masih meragukan ini, dan tanpa reformasi birokrasi sangat rentan disalahgunakan, bahkan dibajak,” jelasnya.

Oleh sebab itu, Togar Situmorang mengingatkan pemerintah agar jangan mengulangi kesalahan yang sama yang pernah dilakukan dalam waktu penerapan E-KTP.

“Ini yang kita sangat sayangkan didalam perjalanan pemerintahan Bapak Joko Widodo kalau bisa menterinya jangan membuat aturan yang membuat gaduh, kita khan sedang fokus dalam masalah Covid-19, apalagi Bapak Joko Widodo serius menekan tingkat tingginya covid 19. Kita harapkan harus ada keterangan di depan publik maksud penyelenggaraan penerapan sertifikat elektronik ini seperti apa. Apakah bisa dilaksanakan secara akuntabel dan transparan? Dan apakah sudah bertanya ke semua pihak? Yang kita harapkan isu seperti ini, jangan malah membawa masalah dikemudian hari,” ulas pengacara murah senyum ini. (red)