Penabali.com – Komitmen Gubernur Bali Wayan Koster dalam menegaskan posisi dan keberadaan desa adat sebagai “benteng” penjaga adat budaya dan drestha Bali yang adiluhung, diwujudkan melalui penguatan desa adat secara berkelanjutan.
Salah satu janji yang sudah terealisasi adalah pendirian Gedung Majelis Desa Adat Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat Kabupaten dan Kota se-Bali sebagai pusat solusi dan koordinasi 1.493 desa adat di Bali.
Hal itu disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster saat meresmikan Gedung Majelis Desa Adat Kabupaten Jembrana, Jumat (26/2/2021) kemarin.
Menurut Gubernur Koster, penguatan desa adat merupakan sebuah komitmen yang didasarkan pada niat baik, ketulusan pengabdian dan kecintaan pada Bali secara utuh dan mendasar, bersamaan dengan lahirnya visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang menjadi nafas dari seluruh program yang direalisasikan dalam misi mewujudkan Bali Era Baru melalui pola pembangunan semesta berencana.
Niat baik ini kemudian diwujudkan dengan melakukan komunikasi secara intensif untuk bisa mendorong perusahaan BUMN secara bergotong royong membantu mewujudkan Gedung Majelis Desa Adat, sehingga benar-benar bermartabat dan agung sesuai fungsi dan perannya mengayomi desa adat di Bali.
“Ini tidak mudah, jika kita tidak memiliki ketulusan, jaringan dan pengalaman serta tentu saja dengan landasan perjuangan, untuk mewujudkan gedung-gedung yang layak dan dukungan operasional agar Majelis Desa Adat bisa maksimal membantu dan mengayomi desa adat di Bali,” ujar Gubernur Koster dalam sambutannya.
Dalam kesempatan tersebut, Bandesa Agung Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet menjelaskan, Gedung Majelis Desa Adat Kabupaten Jembrana ini diberi nama Gedung Nangun Citta, yang bermakna membangun kesadaran.
Kesadaran yang mesti harus dibangun dan mendesak oleh seluruh elemen krama Bali termasuk didalamnya peran strategis desa adat, diharapkan lahir dari ujung barat Pulau Bali, dimulai dari siwa dwara bali dwipa dan terus mengalir melalui gigir manuk Pulau Bali di bagian utara, yakni Kabupaten Buleleng sebelum akhirnya menjadi sebuah kesadaran bagi seluruh krama Bali untuk menjaga warisan leluhur Bali yang adiluhung.
Di sisi lain, tantangan desa adat di Bali yang datang dari segala penjuru, harus disadari memerlukan tindakan dan upaya nyata serta berkelanjutan.
“Salah satu ujian besar yang masih kita hadapi sampai saat ini adalah pandemi Covid -19, yang merupakan bencana besar kemanusiaan global, yang tentu saja mau tidak mau, suka tidak suka harus mendorong kesadaran pentingnya sikap dan peran desa adat untuk menjaga keberlangsungan kehidupan krama Bali,” tegasnya.
Tantangan lain yang tidak kalah penting, adalah bagaimana membangun dan menata kembali kekuatan ekonomi krama Bali, yang tercerai berai akibat pandemi Covid-19.
“Tantangan membangun dan menata kembali ekonomi krama Bali adalah salah satu tantangan besar kedua yang mesti segera kita sadari, kita pikirkan dan kita laksanakan melalui pengembangan ekonomi kolektif berbasis desa adat,” jelasnya.
Tantangan lain yang tidak kalah penting, adalah tantangan terhadap keberlangsungan Drestha Bali dengan adanya rongrongan sampradaya non drestha yang terus menerus dengan berbagai cara, berbagai alasan, melalui opini-opini yang dibangun dan tindakan yang mereka lakukan.
“Rongrongan dan upaya untuk menggantikan Drestha Bali sebagaimana yang dilakukan oleh Sampradaya Non-Drestha secara masif, harus disadari sebagai sebuah tantangan besar yang bisa menghilangkan jati diri krama Bali, menghilangkan warisan leluhur leluhur Bali dan merubah tatanan Bali secara fundamental, ini adalah bencana besar di masa depan bagi Bali, jika dibiarkan,” tegasnya.
Disinilah kemudian Majelis Desa Adat sebagai pasikian 1.493 desa adat di Bali mengambil peran sangat strategis dalam merumuskan kebijakan dengan kerangka Bali Mawacara, yang menjadi penyeimbang pelaksanaan kebijakan di tataran desa adat di Bali dalam menjalankan fungsi Desa Mawacara.
“Gedung Nangun Citta Majelis Desa Adat Kabupaten Jembrana, kemudian akan menjadi rumah besar bagi 64 desa adat di Kabupaten Jembrana, menjadi pusat solusi dan koordinasi desa adat di Kabupaten Jembrana, agar tetap berjalan gilik saguluk, salunglung sabayantaka, sarpana ya dalam misi membangun desa adat era baru,” imbuhnya.
Dalam keterangan terpisah, Ketua Majelis Desa Adat Kabupaten Jembrana I Nengah Subagia menjelaskan Gedung Majelis Desa Adat Kabupaten Jembrana ini dibangun diatas lahan milik Pemerintah Provinsi Bali dengan luas tanah 730 M2 (7,3 are). Bangunan Gedung MDA Kabupaten Jembrana memiliki luas keseluruhan 339 M2 dan menghabiskan anggaran sebesar Rp.3,2 Milyar yang bersumber dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina, PT Bank Mandiri Tbk dan PT Nindya Karya. (red)