Penabali.com – Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali memberikan peluang kepada desa adat untuk membentuk Baga Utsaha Padruwen Desa Adat atau BUPDA yang merupakan lembaga usaha yang dimiliki desa adat yang melaksanakan kegiatan ekonomi real, jasa dan pelayanan umum yang diselenggarakan berdasarkan hukum adat serta dikelola dengan tata kelola modern untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian krama desa adat.
Untuk keberlanjutan penyelenggaraan unit sektor real desa adat diperlukan payung hukum yang memadai berupa peraturan daerah (perda) guna memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap sistem perekonomian desa adat di Bali.
Secara filosofis, desa adat memiliki tugas sosial, ekonomi dan keagamaan serta untuk memelihara kesucian dan keharmonisan alam bali beserta kehidupan krama yang sejahtera dan bahagia secara skala dan niskala. Secara sosiologi desa adat di Bali memiliki potensi dan peluang di bidang perekonomian yang perlu di tata pemanfaatan dan pengelolaannya secara sistematis melalui sistem perekonomian adat yang merupakan bagian dari sistem perekonomian nasional guna mewujudkan kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia, berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepridaian secara berkebudayaan.
Secara yuridis rancangan perda tentang baga utsaha padruwen desa adat di Bali merupakan amanat dari Pasal 62 Ayat 3 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.
“Maksud dari pengaturan Raperda tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adata (BUPDA) adalah untuk menjadi BUPDA sebagai kekuatan perekonomian desa adat yang mencerminkan nilai budaya yang sehat, kuat dan berkelanjutan dalam rangka mewujudkan panca kerta yakni lima jenjang kesejahteraan kolektif masyarakat Bali yang meliputi kerta angga yakni kesejahteraan perseorangan, kerta warga yakni kesejahteraan keluarga, kerta desa yakni kesejahteraan masyarakat desa, kerta negara yakni kesejahteraan negara dalam berbagai tingkatan dan kerta bhuwana yakni kelestarian dan keharmonisan alam semesta serta menunjang pelaksanaan panca yadnya di desa adat yang merupakan lima bentuk pengorbanan suci yang meliputi, Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusia Yadnya dan Putra Yadnya,” jelas Wakil Gubernur Bali Tjok. Oka Artha Ardhana Sukawati saat membacakan penyampaian penjelasan Gubernur Bali terhadap Raperda tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adat di Bali, dalam Rapat Paripurna ke-8 DPRD Bali Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021, bertempat di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (10/5/2021).
Tujuan pengaturan Raperda tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adat adalah agar pengelolaan BUPDA dilakukan secara professional dan modern dengan tata kelola berdasarkan hukum adat yang menerapkan prinsip nilai adat, tradisi, nilai adat, budaya dan kearaifan lokal Bali.
“Tata kelola usaha yang baik, prinsip kehati-hatian dan praktek pengelolaan usaha yang baik dan terkini agar BUPDA tumbuh dan berkembang dengan sehat, kuat, bermanfaat dan berkelanjutan bagi desa adat,” tutupnya.
Dalam rapat paripurna yang digelar secara online dan offline ini dipimpin Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama didampingi pimpinan DPRD Bali, Anggota DPRD Bali, serta Forkompinda Provinsi Bali. (red)