Bali Belum Punya Blueprint Sport Tourism

“Sport Tourism Beri Dampak Multiganda di Berbagai Sektor Industri”

 

Indonesia dikenal memiliki potensi bahari yang sangat berlimpah. Tak terkecuali Bali. Potensi tersebut dikembangkan tidak hanya kepada sektor perikanan dan kelautan, tetapi juga pengembangan terhadap sektor pariwisata, salah satunya wisata bahari. Industri wisata bahari ini ternyata mampu memberikan dampak multiganda dari penyelenggaraan wisata olahraga khususnya olahraga bahari berupa peningkatan ekonomi, perbaikan infrastruktur, promosi destinasi wisata, dan pengembangan potensi daya tarik wisata.

Tak hanya lewat sport tourism bahari itu, Bali juga potensial membuka diri terhadap perkembangan keolahragaan. Namun begitu, infrastruktur penunjang sport tourism di Bali belumlah maksimal. Hal ini diakui Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, A.A. Gede Yuniartha Putra.

“Seperti event, memang sudah masuk dalam program kami (Dinas Pariwisata Provinsi Bali). Akan tetapi, dari pengamatan kami di Bali masih terkendala infrastruktur yang belum menunjang. Yang seharunya, itu merupakan pendukungnya,” jelasnya pada acara workshop pengembangan wisata olahraga, Kamis (7/2), di Hotel Haris Sunset Road, Badung.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, A.A. Gede Yuniartha.

Pengembangan infrastruktur pembangunan sport tourism menurut Agung Yuniartha, harus dilakukan terencana. Meski demikian, pengembangannya tentu juga harus didukung anggaran yang mencukupi. “Kami masih terbentur angaran. Harapan kami dalam kaitan dengan infrastruktur tersebut Pemerintah pusat setidaknya dapat membantu,” harapnya. Ia mencontohkan, Bali mendapat “hadiah” infrastruktur ketika akan digelar event-event besar berskala internasional seperti jalan tol jelang APEC, maupun underpass Tugu Ngurah Rai ketika akan menyelenggarakan IMF-World Bank Annual Meeting.

Sementara itu menurut Fasilitator Workshop, Dr. Ir. Ricky Avenzora, Bali sampai saat ini belum memiliki blueprint tentang sport tourism. Padahal di sport tourism ini, semua sektor bisa terlibat. Misalnya industri fashion, kuliner, merchandise, souvenir, dan juga UMKM.

“Coba bayangkan kalau kemudian orang saja cari mercendaisnya bisa hidup, seperti event sepakbola dan segala macam mendunia. Kenapa kalau hal ini kita nggak bisa?” tanyanya. (red)