Categories Denpasar Hukum Politik

Tegas! Selamatkan Partai Demokrat dari KLB Ilegal, Demokrat Bali Bersurat ke MA, Begini Isi Suratnya

Denpasar (Penabali.com) – Ketua DPD Partai Demokrat (PD) Provinsi Bali, I Made Mudarta, menyatakan sebagai kader yang diberi amanah memimpin DPD PD beserta kader Demokrat lain yang memimpin DPC PD, menegaskan sangat tergerak untuk ikut secara aktif menyelamatkan Partai Demokrat dari tindakan para peserta dan penyelenggara KLB yang ilegal.

Apalagi sebagai Ketua DPD PD maupun bagi Ketua DPC PD di tingkat dua yang sah dan terdaftar dalam SIPOL KPU RI, pihaknya tidak pernah meminta diselenggarakan KLB, tidak pernah hadir dalam KLB, dan tidak pernah menerbitkan Surat Tugas (mandat) kepada orang-orang yang menghadiri KLB dengan mengatasnamakan sebagai perwakilan DPD dan/atau DPC Partai Demokrat.

“Tanpa bermaksud mengintervensi para Yang Mulia Majelis Hakim, perkenankan kami memohon perlindungan hukum dan keadilan bagi atau untuk Partai Demokrat dari tindakan-tindakan merebut kepengurusan partai yang secara kasat mata dilakukan dengan cara-cara yang melanggar hukum, moral dan etika politik,” kata Mudarta di Denpasar, Jumat (12/11/2021).

Permohonn itu disampaikan Mudarta sehubungan rangkaian tindakan dari beberapa orang yang mengaku dan mengatasnamakan anggota Partai Demokrat untuk mengambil alih kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat dengan cara-cara kotor dan tidak elegan.

“Kami sebagai kader dan pengurus partai di daerah ikut terdampak baik secara politis, sosiologis, maupun psikologis,” ujarnya.

Pihak yang mengklaim berhak menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deli Serdang, Sumut dan menyatakan telah membentuk kepengurusan DPP hasil KLB serta mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat (AD/ART). Namun demikian, negara tidak mengakui tindakan tersebut, sebagaimana Menteri Hukum dan HAM telah menolak permohonan pengesahan hasil KLB pada tanggal 31 Maret 2021.

Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Bali, I Made Mudarta. (foto: ist.)

Melalui berbagai cara, menurut Mudarta, mereka berupaya agar hasil KLB mendapat pengakuan. Pertama, melalui cara Sdr. Jhonni Allen Marbun yang mengaku terpilih sebagai Sekjen DPP KLB menggugat pemecatannya melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang telah diputus oleh pengadilan pada tingkat pertama dan tingkat banding, dengan amar putusan tidak dapat diterima.

Kedua, melalui cara gugatan TUN di PTUN Jakarta atas penolakan Negara terhadap permohonan pengesahan kepengurusan hasil KLB dan perubahan AD/ART, yang diajukan atas nama Moeldoko selaku Ketua Umum dan Jhonni Allen Marbun selaku Sekjen.

Ketiga, melalui cara gugatan TUN di PTUN Jakarta terhadap dua SK Menkumham yang mengesahkan hasil Kongres Partai Demokrat 15 Maret 2020, yang diajukan oleh Ajrin Duwila mantan Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Kep. Sula dan Hasyim Husein mantan anggota Partai Demokrat.

Keempat, meskipun telah meminta pembatalan kedua SK Menkumham tentang Pengesahan Kepengurusan DPP Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono – Teuku Riefky Harsya di PTUN Jakarta, namun terhadap salah satu objek yang sama, yakni Keputusan Menkumham tentang pengesahan AD/ART, mereka mengajukan hak uji materiil terhadap SK Menkumham tentang Pengesahan AD/ART Partai Demokrat.

“Langkah-langkah melalui berbagai lembaga peradilan tersebut yang sepintas lalu adalah tidak dilarang, namun bagi kami yang di daerah adalah tidak masuk akal, karena penyelenggaraan KLB itu sendiri telah jauh menyimpang dari AD/ART Partai Demokrat. Menyimpang, karena tidak dipenuhinya syarat pokok kongres ataupun KLB, yakni bukan diselenggarakan oleh DPP, dan tidak melalui proses pengusulan dari sekurang-kurangnya 2/3 (dua per-tiga) dari jumlah DPD PD dan ½ (satu per-dua) dari jumlah DPC PD serta tidak di setujui oleh Ketua Majelis Tinggi,” jelas politisi asal Kabupaten Jembrana ini.

“Pemahaman kami, hasil yang diperoleh dari proses yang cacat hukum adalah tidak sah. Demikian pula, kami pun memahami, AD/ART yang merupakan keputusan dari forum tertinggi yang diambil dalam kongres 2020, bukan produk peraturan perundang-undangan yang dapat diuji-materiil di Mahkamah Agung,” tutup Mudarta. (rls)