Harga Minyak Goreng Turun lagi, Pedagang Kecil Menjerit: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga pula

Denpasar (Penabali.com) – Kebijakan minyak satu harga yakni Rp.14.000 per liter, yang kemudian turun lagi menjadi Rp.11.500 per liter pada 1 Februari 2022, mendapatkan protes keras dari pedagang kecil, toko-toko lokal, warung atau kios lokal di hampir seluruh Indonesia.

Salah satunya datang dari Gabungan Pengelola dan Pengusaha Ritel (GAPPARI) Bali yang beberapa waktu lalu telah menyampaikan rilis resmi melalui Wakil Ketua Bidang Ekosistem Usaha Ritel, I Wayan Dana Ardika, tentang potensi kerugian di 29.000 pelaku usaha ritel mikro kecil di Bali.

Faktor yang melatarbelakangi protes tersebut adalah lambatnya distributor minyak goreng untuk merespon potensi kerugian yang bisa dialami pedagang lokal, sekaligus tidak adanya jatah kepada pedagang lokal untuk minyak goreng yang bisa dijual dengan harga Rp.14.000,-.

Penasehat Gappari yang juga Pengelola Pasar Tradisional IKumpi di kawasan perekonomian rakyat Kampung Kaman, Kutuh – Badung, Dr. I Made Wena, mendesak pemerintah melalui dinas terkait agar segera mengambil langkah untuk menekan distributor minyak goreng segera memberikan produk minyak goreng kemasan dengan harga Rp.13.000 per liter yang kemudian dijual dengan harga Rp.14.000 per liter oleh pedagang tradisional.

“Jangan sampai terkesan pemerintah hanya berpihak pada pengusaha ritel besar dan ritel minimarket jaringan nasional saja, serta mengabaikan pedagang tradisional, warung, kios dan toko kelontong tradisional,” tegasnya.

Menurut Dr. Wena, kondisi pedagang tradisional saat ini seperti sudah jatuh kemudian tertimpa tangga. Pertama, potensi kerugian sudah didepan mata, atas stok yang masih ada di toko yang dulu dibeli dengan harga Rp.19.500 sampai Rp.20.000 per liter. Kedua, daya saing pedagang lokal, warung, kios, toko lokal akan tambah rendah karena konsumen semua berbondong-bondong datang mencari minyak goreng serta kebutuhan lain ke minimarket jaringan nasional.

“Ini sudah benar-benar membuat pedagang lokal tambah kelimpungan,” tandasnya.

Wena menjelaskan, pedagang lokal sejatinya sudah banyak yang mengeluh. Saat harga per liter minyak goreng Rp.14.000 saja, sudah tidak ada yang membeli dagangan mereka, karena masih harus dijual dengan harga normal seperti sebelum kebijakan diterapkan.

“Apalagi nanti katanya tanggal 1 Februari, akan turun lagi menjadi Rp.11.500 per liter, bagaimana nasib mereka?,” ungkapnya.

Dr Wena berharap agar pemerintah daerah melalui dinas terkait tidak mengabaikan pedagang lokal, warung, kios serta toko lokal ini.

“Kami berharap, dinas terkait agar segera merespon, gunakan kewenangan dan kebijakan Pemerintah Pusat ini untuk benar-benar membantu pedagang kecil, jangan ditunda lagi,” imbuhnya.

Saat ini, solusi yang paling segera bisa dilaksanakan melalui Dinas terkait di pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, adalah menekan distributor minyak goreng dan lanjut melalui Gappari mendata semua pedagang kecil yang terancam merugi tersebut.

“Semoga pemerintah daerah melalui dinas terkait bisa merespon ini sebelum tanggal 1 februari 2022 besok,” imbuhnya. (rls)