Denpasar (Penabali.com) – Advokat dan pengamat kebijkan publik, Togar Situmorang, menilai susunan pengurus baru KONI Bali belum mencerminkan reformasi dan demokrasi.
“Sangat terlihat ada titipan dari oknum pejabat dan penguasa daerah dalam susunan pengurus KONI Bali. Ini tentu menabrak sejumlah regulasi. Terbukti beberapa oknum di pengurus adalah ASN (Aparatur Sipil Negara),” kata Togar Situmorang, Kamis (21/4/2022).
Menurutnya, regulasi yang pertama ditabrak yaitu pada Pasal 40 UU No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang sudah diubah menjadi UU Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan. Dimana dalam UU No.11 Tahun 2022. Togar mengatakan memang tidak ada pasal yang mengatur tentang pelarangan pejabat publik tidak boleh menjadi ketua umum. Namun pada Bab VII Pasal 41 dan Pasal 42 dimana Pasal 42 tegas menyatakan pengelolaan lebih lanjut mengenai pengelolaaan keolahragaan sebagaimana dimaksud Pasal 33 sampai dengan Pasal 41 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
“Kalau PP-nya belum ada yang mengatur tidak bisa kita benarkan pejabat publik boleh menjadi ketua umum karena AD/ART KONI 2020 dan Perda Provinsi Bali No.5 Tentang Keolahragaan masih melarang pejabat publik menjadi Ketua KONI, Pasal ini jelas mengatur tentang larangan ASN jadi pengurus KONI. Juga Pasal 56 ayat 1 sampai 4 dan PP No.16/2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan,” beber Togar Situmorang.
Selain itu jelas Togar, PP No.11 Tahun 2017 tentang PNS merangkap jabatan terutama dalam anggaran atau dana KONI yang bersumber dari pemerintah berupa hibah, APBN/APBD, SE Mendagri No X 800/33/57 tanggal 14 Maret 2016 perihal tidak boleh ada rangkap jabatan kepala daerah atau wakil, pejabat struktural dan fungsional serta anggota DPRD masuk dalam kepengurusan KONI.
“Ada anggota DPRD masuk dalam Dewan Penyantun patut dipertanyakan. Karena diduga melanggar UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Di Pasal 188 dijelaskan, anggota DPRD dilarang merangkap jabatan badan usaha milik daerah dan atau badan lainnya yang anggaranya bersumber dari APBN dan APBD,” ujarnya.
Regulasi lain yang ditabrak tambah Togar yakni Pasal 56 ayat 1 PP 16/2007. Pengurus KONI Daerah bersifat mandiri dan tidak terkait dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.
“Bila terjadi di kepengurusan KONI Bali maka, nasibnya serupa dengan KONI Jatim sehingga ketua meletakkan jabatan dan struktur bubar,” kata Togar.
Bila dilanggar, lanjutnya, maka di PP No 16 tahun 2007 Pasal 123 ayat 6 dan 7, menteri merekomendasi kepada pihak terkait menunda penyaluran dana kepada KONI provinsi, kabupaten dan kota.
Terkait sejumlah ASN dan anggota DPRD yang duduk di kepengurusan KONI Bali, Togar telah mengirim surat kepada kepada Kemenpora, DPR RI, Mendagri, Menpan RB dan KONI Pusat, Ombudsman dengan tembusan ke Presiden RI meminta klarifikasi apakah diperbolehkan ASN duduk dalam organisasi KONI.
“Inspektorakt Provinsi Bali atau Gubernur Bali wajib turun tangan dalam hal ini jangan dibiarkan agar tidak menimbulkan dugaan-dugaan yang tidak-tidak,” pungkasnya.
Saat ini, kata Togar, tim hukumnya sedang diskusi untuk mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan demi merubah semangat sportifitas dan manajemen keterbukaan publik wajib diterapkan di kemudian hari.
“Masyarakat juga perlu mengawal jalan penyelenggaran kegiatan KONI Bali kedepan terutama penggunaan dana karena sebelumnya bertiup dugaan korupsi yang telah dilayangkan secara terbuka seorang pecinta olah raga. Karena ada pengaduan masyarakat di Kajati Bali diduga melibatkan mantan Ketua Umum KONI dan Ketua Umum KONI terpilih namun telah dicabut akibat ada tekanan untuk mencabut pengaduan tersebut dari orang tertentu,” tandas Togar Situmorang.
Ia juga berharap Kejaksaan Tinggi Bali segera menjalankan kewajiban melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi serta berupaya mengembalikan kerugian negara akibat korupsi.
Togar mengingatkan, Indonesia negara hukum sesuai Pasal 1 Ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan berdasarkan UU No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan dasar hukum kewenangan Jaksa sebagai penyidik terdapat dalam Pasal 30 ayat 1 Huruf D serta diatur juga dalam Pasal 6 ayat 1 KUHAP maka peran jaksa dalam penyidikan tindakan pidana korupsi sudah memiliki dasar hukum.
“Pengaduan masyarakat tentang korupsi merupakan pintu masuk untuk mengusut tuntas serta diharapkan bisa konsisten dan profesional dalam penegakan hukum juga peraturan perundang-undangan. Karena bila tidak demikian maka itu berakibat timbulnya perilaku koruptif,” sebut Togar.
KONI merupakan Badan Publik seperti yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UU NO 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dengan itu diingatkan karena anggaran induk organisasi olah raga tersebut bersumber dari APBN atau APBD. Karena itu, baik pengelolaan maupun penggunaan anggaran KONI mesti transparan, terbuka, akuntabel dan informasinya dapat diakses publik, apakah anggaran untuk pembinaan atlet, cabang olahraga ataupun honor pengurus KONI BALI harus transparan jangan disunat.
“Kasihan para atlet dan pengurus melaksanakan semua kegiatan olah raga dengan dana yang tidak transparan. Kuat dugaan salah satu indikator karena ada ketakutan pihak tertentu untuk tidak transparannya dalam pengelolaan anggaran di induk organisasi tersebut, sehingga ada dugaan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan sampai mal administrasi serta praktik kolusi nepotisme, badan publik oleh sebagian orang demi melanggengkan kekuasaan dibantu penguasa daerah agar ingin mencuri uang rakyat dari dana hibah dan APBN juga APBD,” tutup Togar Situmorang. (rls)