Harga BBM Melejit Rakyat Menjerit, Mudarta: Pukulan Telak Bagi Rakyat

Denpasar (Penabali.com) – Belum “sembuh” dari derita kesehatan dan ekonomi akibat dihantam pandemi Covid-19, rakyat Indonesia kembali dikejutkan oleh keputusan pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM. Akibatnya, rakyat semakin menjerit dan terhimpit. Padahal, di saat Covid-19 mulai terkendali dan disusul perekonomian yang mulai membaik, justru keputusan menaikkan harga BBM dapat kembali melemahkan daya beli masyarakat.

“Masyarakat sudah begitu menjerit karena pandemi sekarang dibikin menangis karena harga BBM naik,” ujar Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Bali, I Made Mudarta, saat dimintai komentarnya, Rabu (7/9/2022).

Mudarta mengatakan, naiknya harga BBM dipastikan akan diikuti kenaikan harga barang-barang termasuk kebutuhan pokok. Kondisi tersebut menurut Mudarta, akan semakin memiskinkan rakyat yang memang sudah sangat susah akibat pandemi Covid-19.

“Harga telur sudah naik, minyak goreng, kebutuhan lain pasti ikut naik, membengkak, pemerintah perlu cari cara menekan inflasi,” kata Mudarta yang juga seorang pengusaha.

Menurut Mudarta, ekonomi Bali yang sempat mengalami kontraksi sangat dalam selama pandemi karena kunjungan wisatawan menurun drastis. Turbelensi ekonomi Bali ketika itu, saat ini sudah mulai menggeliat kendati belum sepenuhnya normal. Namun, keputusan menaikkan harga BBM dikhawatirkan Mudarta akan kembali membuat perekonomian Bali yang hampir 75% sangat bergantung pada sektor pariwisata, akan kembali terjun bebas, alias nyungsep.

“Masyarakat sangat mengharapkan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat, tapi kenaikan harga BBM ini pukulan telak bagi masyarakat,” pungkasnya.

BLT atau bantuan langsung tunai yang disiapkan pemerintah pasca keputusan penyesuaian harga BBM, menurut Mudarta, sifatnya hanya sementara, tidak bisa untuk jangka panjang.

“Bagaimana bisa meringankan (BLT, red), harga-harga barang sudah naik semua,” ketusnya.

Kepada pemerintah, politisi asal Jembrana ini menyodorkan solusi. Diantaranya, pemerintah bisa melakukan penghematan dan efisiensi. Kedua, pembangunan infrastruktur yang tidak terlalu penting bagi kehidupan primer masyarakat agar ditunda.

“Pemerintah berani jor-joran begitu menambah utang untuk membangun, sementara pemerintah tidak berani menalangi kehidupan rakyatnya dengan memberi subsidi sebagai salah satu instrumen penting membantu rakyat, tapi itu kini semua terlewati, BBM sudah naik, ini pukulannya sangat telak,” beber Mudarta. (red)