Klungkung (Penabali.com) – Bupati Klungkung Nyoman Suwirta menghadiri upacara yadnya di Pura Dalem Bajangan, Semarapura Kelod Kangin, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, Selasa (4/10/2022). Turut menyambut kehadiran Bupati Suwirta selain warga Sekar Anom Bajangan, juga para penglingsir dan penua diantaranya I Ketut Sukertha, Made Dapir, Made Mudarta serta sejumlah tokoh lainnya.
“Saya berharap melalui upacara ini semeton Sekar Anom Bajangan dianugerahkan kerahayuan dan rasa persaudaraannya semakin erat,” ujar Suwirta dihadapan krama.
Warga Sekar Anom Bajangan seluruh Bali menggelar Upakara Catur Muka Karya Mamungkah, Melaspas, Ngenteg Linggih, Numbung Pedagingan, Taur Balik Sumpah dan Mapedudusan Agung dimana puncak yadnya akan dilaksanakan Selasa, 11 Oktober 2022.
Dalam rangkaian upakara ini, Bupati yang turut juga didampingi Penglingsir Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Semaraputra melakukan mendem pedagingan.
“Tujuan dari rangkaian upacara ini adalah untuk membersihkan atau nyomia segala kekotoran yang ada di Pura Dalem Sekar Anom Bajangan. Sehingga Ida Bhatara melinggih serta memberikan kesejahteraan bagi pratisentana Sekar Anom Bajangan,” harap I Ketut Sukertha selaku Penglingsir Warga Sekar Anom Bajangan.
Upacara yadnya selain memiliki tujuan secara niskala untuk memohon keselamatan kerahayuan jagat, juga dapat menjadi media perekat, pemersatu, memperkuat persaudaran di antara sesama warga, utamanya bagi warga Sekar Anom Bajangan di seluruh Bali. Panglingsir Warga Sekar Anom Bajangan, Made Dapir, berharap lewat karya yadnya seperti ini pasemetonan Sekar Anom Bajangan akan bertambah erat dan kuat.
“Terutama antar generasi muda harapannya dengan adanya upakara ini agar saling mengenal bahwa mereka satu pratisentana Soroh Bajangan,” ucap Dapir yang juga seorang pengusaha kontraktor sukses ini.
Karya yadnya Mamungkah, Melaspas, Ngenteg Linggih, Numbung Pedagingan, Tawur Balik Sumpah dan Padudusan Agung di Pura Dalem Sekar Anom Bajangan ini menurut lontar Bali dan kepercayaan umat Hindu Bali diadakan sekurang-kurangnya dalam rentang waktu 25 tahun sampai 30 tahun.
“Sementara itu untuk upakara kali ini merupakan gelaran yang ketiga, dimana yang pertama dilaksanakan pada tahun 1966, yang kedua tahun 1995 dan yang ketiga tahun 2022 ini. Maka upakara yang ketiga ini persis 27 tahun dari rentang upakara yang kedua,” terang Penua Warga Sekar Anom Bajangan, Made Mudarta.
Mudarta menambahkan, tujuan pokok dari upacara tersebut adalah untuk menjaga taksu Bali. Tanpa adat budaya yang lestari, maka taksu Bali akan redup, Bali tidak bersinar dan wisatawan mancanegara juga tidak berminat datang ke Bali. Jadi, kata Mudarta, karena yadnya-yadnya yang dilakukan seperti saat ini maka keseimbangan dan keharmonisan alam Bali akan terus terjaga sebagai bagian dari implementasi nyata dari konsep Tri Hita Karana.
“Karya ini juga wujud kekompakan dan komitmen warga Sekar Anom Bajangan menguatkan kebersamaan serta gotong royong,” pungkas Mudarta. (rls)