Denpasar (Penabali.com) – Sidang sengketa antara WALHI Bali dengan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Bali kembali berlangsung di kantor Komisi Informasi Provinsi Bali, Rabu 25 Januari 2023.
Pihak WALHI BALI dihadiri kuasa hukumnya sekaligus Ketua KEKAL (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali I Wayan Adi Sumiarta, S.H., M.Kn., dan I Made Juli Untung Pratama, S.H., M.Kn. Sedangkan pihak DKLH Bali dihadiri I Ketut Subandi beserta kuasa hukumnya.
Agenda sidang yakni pembuktian lanjutan dimana sebelumnya majelis komisioner memerintahkan DKLH Bali untuk membawa segala dokumen terkait sesuai yang dimohonkan WALHI Bali.
Seperti diketahui sebelumnya, WALHI Bali memohon informasi berupa studi kelayakan khususnya studi terkait pemipaan pembangunan Terminal LNG yang akan dilakukan di kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai serta dokumen perjanjian kerja sama strategis antara DKLH dan PT. DEB terkait penggunaan kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai.
Sebelum menyerahkan bukti berupa dokumen-dokumen yang diperintahkan majelis komisioner, pihak DKLH memberikan surat klarifikasi mengenai dokumen-dokumen yang dimohonkan WALHI Bali. Dalam klarifikasinya, pihak DKLH mengatakan jika studi kelayakan terkait pembangunan Terminal LNG khususnya pemipaan yang akan dilakukan di mangrove tidak dimiliki oleh DKLH namun menjadi kewenangan pusat atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Ia juga mengatakan, jika dokumen terkait perjanjian kerjasama strategis antara DKLH dan PT. DEB juga tidak dibuka lantaran tidak mendapatkan persetujuan pihak PT. DEB dan PT. DEB merupakan badan privat sebab tidak menggunakan anggaran APBN/APBD dalam pembentukannya.
Disamping itu, pihak DKLH juga mengatakan bahwa perjanjian kerja sama strategis antara DKLH dan PT. DEB terkait penggunaan kawasan Tahura untuk membangun Terminal LNG telah ditandatangani terlebih dahulu yang mana terkait dokumen studi kelayakakan bisa disusulkan setelahnya.
Menanggapi hal tersebut, Adi Sumiarta mengatakan jika pihaknya menduga hasil dari studi kelayakan pembangunan Terminal LNG pasti akan dipaksakan untuk menjadi layak sebab pemerintah dalam hal ini DKLH telah menandatangani perjanjian kerja sama strategis terlebih dahulu.
“Kami menduga studi kelayakan akan dipaksa layak, sebab sampai detik ini dokumennya tidak dibuka ke publik,” ucap Adi Sumiarta.
Adi Sumiarta juga mempertanyakan argumentasi yang mengatakan jika PT. DEB merupakan badan privat.
“Bukankanlh PT. DEB itu kepemilikan sahamnya adalah milik perusahaan swasta PT. Padma Energi dan Perumda Bali? lalu siapa Perumda Bali? Bukankah Perumda Bali merupakan badan pemerintahan yang menggunakan anggaran APBD dan tergolong badan publik? Meski sahamnya kosong,” sentil Adi Sumiarta.
Selanjutnya pihak DKLH juga menjelaskan jika pembangunan Terminal LNG dilakukan untuk publik atau masyarakat. Namun di sisi lain, pihak DKLH tetap kekeuh tak mau membuka dokumen terkait pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove kepada publik. Selain itu, DKLH juga menjelaskan jika pembangunan Terminal LNG akan dilakukan di mangrove yang senyatanya merupakan lahan negara.
Adi Sumiarta mengaku sangat aneh melihatnya ketika proyek yang ngakunya akan dibuat untuk masyarakat atau publik namun dokumennya tidak dibuka ke publik.
DKLH sendiri mengakui jika pembangunan Terminal LNG akan dibangun di mangrove yang merupakan lahan negara. Lahan negara jelas merupakan milik publik sebab pengelolaannya pun pastinya menggunakan anggaran negara yang berasal dari publik.
“Lalu mengapa dokumen proyek Terminal LNG yang katanya untuk masyarakat dan dibangun diatas lahan negara yang merupakan milik masyarakat baik studi kelayakannya maupun perjanjian kerjasamanya tidak dibuka kepada masyarakat, ini ada apa?,” ucapnya.
Ketika pembangunan ini diperuntukkan untuk masyarakat harusnya tidak ada alasan untuk tidak membuka dokumen studi kelayakan pembangunan Terminal LNG khususnya studi terkait pemipaan yang akan dilakukan di mangrove serta perjanjian kerjasama strategis antara DKLH Bali dan PT. DEB terkait penggunaan kawasan Tahura yang dimohonkan oleh WALHI Bali. Bahkan majelis komisioner pun sudah meminta dokumen perjanjian kerjasana Strategis antara DKLH dan PT. DEB untuk diperiksa oleh majelis komisioner juga tak kunjung diberikan.
“DKLH terlihat sengaja menutup-nutupi dokumen pembangunan Terminal LNG ini,” ujar Adi. (rls)