Bali (Penabali.com) – Berdasarkan data dari DLHK Provinsi Bali pada tahun 2022, jumlah timbulan sampah di Provinsi Bali mencapai 1.046.616,04 ton dengan mayoritas berasal dari aktivitas rumah tangga sebesar 53,04%, diikuti dengan pasar sebesar 16,29%, dan lainnya sebesar 11,26%. Akan tetapi, gambaran ini belum mencakup pengelolaan sampah spesifik seperti baterai. Di sisi lain, terjadi percepatan kendaraan listrik berbasis baterai yang diyakini pemerintah mampu mengurai masalah emisi gas rumah kaca lewat Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric
Vehicle).
Dalam kehidupan sehari – hari, sampah baterai masih dicampur dengan sampah umum karena ketidaktahuan atas kandungan bahan berbahaya, dan beracun (B3) di dalamnya. Penanganannya ini juga terhitung belum baik, dan akan memicu terjadinya pencemaran lingkungan.
Berdasarkan dari data tersebut, dilakukanlah riset bertajuk, “Bali E-Mobility of Battery Waste Management”. Riset ini merupakan respon PPLH Bali dan WRI Indonesia atas urgensi persiapan pengelolaan sampah spesifik baterai yang berkelanjutan untuk hadir. Adapun bentuknya berupa masterplan yang memuat sejumlah rekomendasi pengelolaan sampah spesifik baterai yang konkret, komprehensif, dan praktis digunakan di Provinsi Bali. Selain itu, terdapat modul pelatihan dan bisnis model yang diharapkan mampu memperlengkapi setiap pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan sampah spesifik baterai
Ketiga lokasi penelitian yang dikomparasi dalam konteks pengelolaan sampah secara umum yang dilakukan oleh pelaku rumah tangga, dan perhotelan, Jungutbatu menjadi lokasi yang paling minim melakukan pemilahan sampah. Tertinggal jauh dari Sanur, dan Ubud yang sudah mencapai 100% sampah terpilah di sektor perhotelan. Sementara itu, Sanur masih menyisakan 5,30% sampah tidak terpilah yang menjadi tanggung jawab sektor rumah tangganya. Keberhasilan ini dipengaruhi faktor tersedianya fasilitas TPS3R, sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi, dan penegakan hukum yang baik di wilayah itu.
Saat ini saja total timbulan sampah baterai yang bersumber dari rumah tangga, hotel, electronic vehicle (EV) mobil, dan motor mencapai 847.028,77 kg/tahun. Dengan metode geometrik, bisa diketahui sektor rumah tangga, dan perhotelan akan mengalami kenaikan sebesar 16% pada tahun pertama hingga tahun kelima. Begitu pula dengan EV motor, dan mobil yang sejak tahun pertama sampai dengan tahun kelima akan meningkat sebesar 12,2%
Adapun rencana menangani permasalahan sampah spesifik baterai tersebut terbagi atas empat langkah konkret yakni pertama, skema pengelolaan untuk meminimalisir praktik pengelolaan sampah baterai yang tidak benar dan tidak aman. Kedua, stakeholder mapping untuk melibatkan pemerintah, lembaga pelaksana, pelanggan, dan sumber pendanaan. Ketiga, timeframe untuk implementasi dalam jangka pendek (1 tahun), menengah (5 tahun), dan panjang (10-15 tahun). Keempat, sarana prasarana untuk mendukung pengelolaan sampah baterai melalui edukasi dan pemantauan. (rls)